Page 71 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 71
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Dalam proses belajar mengajar, ELS menggunakan
Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada awalnya hanya
dikhususkan untuk anak-anak bangsa Eropa. Namun sejak
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kesempatan belajar
juga diberikan kepada orang-orang pribumi yang mampu
(dari golongan tertentu) dan warga Tionghoa. Namun setelah
pemerintah kolonial mulai awal abad ke-20 mendirikan HIS
sebagai sekolah dasar untuk anak-anak pribumi dari kalangan
tertentu, dan HCS untuk anak-anak Tionghoa, ELS kembali
hanya dikhususkan untuk anak-anak bangsa Eropa saja. Tapi
ketika kebijakan baru ini dilancarkan, Achmad Mochtar sudah
tamat dari ELS Fort de Kock dan melanjutkan pelajaran ke
STOVIA.
Pendidikan Awal dan Masa Kecil Mochtar
Achmad Mochtar menjalani masa kanak-kanak
sebagaimana anak Minangkabau lainnya yang hidup di nagari-
nagari. Umur tujuh tahun ia masuk Governement Inlandsche
School, disebut juga Standaard School (St.S) atau Sekolah Dasar
Pemerintah Kelas Dua, di Bonjol, di mana ayahnya Omar St.
Nagari menjadi kepala sekolahnya. Selain belajar di sekolah
yang didirikan pemerintah kolonial Belanda itu, Mochtar juga
belajar mengaji di surau bersama teman-teman sama besarnya.
Ayahnya, Guru Omar, mendidik Mochtar secara disiplin.
Mochtar hidup layaknya anak-anak Minang di kampung
dengan aturan adat istiadat yang kuat, dan rajin menunaikan
42