Page 75 - buku 1 kak emma_merged (1)_Neat
P. 75
Hasril Chaniago, Aswil Nazir, dan Januarisdi
Mochtar pun dipindahkan ke ELS Bukittinggi pada tahun
26
1902. Bersamaan dengan itu, Guru Omar juga dipindahkan
dari Sekolah Gubernemen di Bonjol ke Padang. Mutasi ini
nampaknya untuk mengatasi kekurangan guru bermutu
sehubungan dibukanya Hollands Inlandsche School (HIS) di
kota terbesar di pantai barat Sumatra itu.
Gedung ELS Fort de Kock, satu dari empat sekolah serupa
di Minangkabau masa itu, terletak di pusat Kota Bukittinggi.
Persisnya di lokasi berdirinya Hotel Novotel sekarang, kira-kira
100 meter dari tempat berdirinya Jam Gadang yang terkenal.
Jam Gadang itu sendiri baru dibangun tahun 1926 oleh
Controleur (Tuan Kumandur) Westenenk, sebagai hadiah Ratu
Belanda untuk rakyat Minangkabau.
Sebagai anak pribumi, Mochtar dipastikan menjadi
minoritas di sekolah itu. Pengalaman Mohammad Hatta,
yang masuk ELS Fort de Kock tujuh tahun sesudah Mochtar,
dapat mengonfirmasi hal itu. Menurut Hatta, kaum pribumi
di Sekolah Belanda Bukittinggi itu memang merupakan
27
minoritas. Selain Mochtar, dua anak pribumi segenerasi
dengannya yang bersekolah di ELS Bukittinggi, adalah Soetan
Sjahboedin Proehoeman dan Sjoeib Proehoeman, anak seorang
dokter hewan asal Mandahiling yang pernah bertugas sebagai
dokter hewan di Payakumbuh akhir abad ke-19 hingga awal
26 Mayda Yasra, 1997, hlm. 28.
27 Mohammad Hatta, Untukmu Negeriku: Bukittinggi – Rotterdam lewat Betawi,
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Cetakan keenam, 2015: hlm. 19-30.
46