Page 76 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 76

terus biarpun kaki tangannya sudah pegal-pegal semua, dan keringat membasahi

               seluruh  tubuh,  menetes  dari  dahinya  dan  kadang-kadang  diusapnya  dengan

               lengan baju. Akan tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja.


               Sudah setengah hari mencangkul, baru dapat membuat lubang yang hanya cukup

               untuk dua buah mayat saja. Kalau dilanjutkan, agaknya untuk dapat menggali

               lubang yang cukup untuk semua mayat, ia harus bekerja selama dua hari dua

               malam atau lebih! “Hemm, hatinya lembut tapi kemauannya keras. Benar-benar

               bocah wanit.” Han Ti Ong mengomel sendiri dan dia lalu bangkit, dirampasnya

               cangkul  dari  tangan  muridnya  dan  tanpa  berkata  apa-apa  lagi  dia  lalu

               mencangkul. Gerakannya amat cepat sekali sehingga Sin Liong yang mundur dan

               menonton menjadi kabur pandangan matanya karena seolah-olah tubuh gurunya

               berubah menjadi banyak, semuanya mencangkul dan sebentar saja telah terbuat

               sebuah lobang yang amat besar dan yang cukup untuk megubur


               sebelas buah mayat itu. Tentu saja hati Sin lIong girang bukan main dan satu demi
               satu diangkat, atau lebih tepat diseeretnya mayat-mayat itu, dimasukkan ke dalam


               lubang dan air matanya bercucuran! Han wanita membantu muridnya mengguruk
               atau menutup lubang itu sehingga di tempat itu, di depan gua tempat tinggal Sin


               Liong,  terdapat  sebuah  kuburan  yang  besar  sekali.  “Sudahlah,  sudah  mati
               ditangisipun tidak ada gunanya. Mari kita pergi!” Sin Liong merasa lengannya


               dipegang oleh gurunya dan di lain saat dia harus memejamkan matanya karena

               tubuhnya  telah  “terbang”  dengan  amat  cepatnya  meninggalkan  Gunung  Jeng-

               hoa-san, entah kemana! Akan tetapi setelah merasa terbiasa, Sin Liong berani

               juga  membuka  matanya  dan  dengan  penuh  kagum  dia  melihat  bahwa  dia

               dikempit oleh suhunya yang berlari cepat seperti angin saja. Dia mengenal pula

               tempat dimana suhunya melarikan diri yaitu ke sebelah timur Pegunungan Jeng-

               hoasan. Tiba-tiba dia melihat sesuatu, juga hidungnya mencium sesuatu, maka

               dia cepat berseru, “Suhu, harap berhenti dulu!”

               Han Ti Ong berhenti. “Ada apa?”




                                                           75
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81