Page 48 - Tesis Musdaliva
P. 48
30
Subjection of Women (Feminisme Liberal abad ke – 19), kemudian Betty
Friedan dalam tulisannya The Feminim mystique dan The Secound Stage.
Penekanan meraka adalah bahwa subordinasi wanita itu berakar dalam
keterbatasan hukum dan adat yang menghalangi wanita untuk ke
lingkungan publik. Masyarakat beranggapan bahwa wanita, karena kondisi
alamiah yang dimilikinya, kurang memiliki intelektualitas dalam
kemampuan fisik dibandingkan pria. Oleh karena itu wanita dianggap tidak
mampu menjalankan peran di lingkungan publik ( Ihromi, 1995: 86).
Pandangan dasar dari kaum feminis liberal ialah bahwa setiap laki-
laki ataupun perempuan mempunyai hak mengembangkan kemampuan
dan rasionalitasnya secara optimal. Tidak ada lembaga atau individu yang
boleh merenggut hak itu dan intervensi Negara yang diharapkan hanyalah
untuk menjamin agar hak tersebut terlaksana. Diskriminasi seksual, dalam
arti pembatasan kemungkinan mengembangkan kemampuan tersebut,
merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Inti diskriminasi ini terletak
pada prasangka (prejudice) yang terdapat di kalangan laki-laki. Prasangka
ini muncul dari system nilai yang ditanamkan baik pada laki-laki maupun
perempuan pada saat sosialisasi mereka di masa kecil. Maskulinitas, yaitu
ciri yang harus dimiliki setiap anak laki-laki mngandung pengertian
agresivitas, keberanian, kepemimpinan, dan kekuatan fisik. Feminitas,
yaitu ciri yang harus dimiliki oleh setiap anak perempuan mengandung
pengertian kelemahlembutan, keengganan untuk menampilkan diri, dan
kehalusan. Dengan demikian, kaum feminis liberal menentang pandangan