Page 48 - Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat
P. 48

Dinamika Pengaturan dan Permasalahan Tanah Ulayat  29


              galian,  termasuk  roh nenek moyang.  Sementara itu
                                                   40
              dalam  Hukum  Tanah  Nasional  yang dimaksud  dengan
              tanah  adalah ‘permukaan bumi’. Dengan  demikian
              terdapat perbedaan ruang lingkup ‘tanah’ menurut ke dua
              sistem hukum tersebut. Kajian tentang tanah ulayat lebih
              dititikberatkan pada sistem penguasaan (tenure) atas tanah
              tersebut,  yang  bukan merupakan  pemilikan individual
              atau milik bersama (dari beberapa individual), tetapi lebih
              pada penguasaan secara komunal.

                  Hal  tersebut  didasarkan pada pertimbangan  bahwa
              dalam  hukum adat  yang  utama atau  primer  bukanlah
              individu, melainkan masyarakat,  maka menurut hukum
              adat, kehidupan individu adalah kehidupan yang terutama
              diperuntukkan buat mengabdi  kepada masyarakat.

              Berdasarkan konsepsi yang sedemikian rupa, maka tanah
              ulayat sebagai kepunyaan bersama dari suatu masyarakat
              hukum adat dipandang sebagai tanah bersama. 41
                  Secara umum tanah ulayat adalah bidang tanah yang
              di atasnya  terdapat  hak  ulayat dari  suatu  masyarakat
              hukum adat tertentu. Pasal 1 Peraturan Daerah Sumatera

              Barat Nomor 3  Tahun 2008  tentang   Tanah Ulayat  dan
              Pemanfaatannya, menyatakan: “Tanah Ulayat  adalah


              40  Herman Soesangobeng,  The Possibility and  Mode of
                                                              rd
                  Registering Adat  Title  on Adat  Land,  Paper for 3  FIG
                  Regional Confrence in Jakarta, 3-7/10/2004, hlm. 6.
              41  Oloan Sitorus, 2004,  Kapita  Selekta  Perbandingan  Hukum
                  Tanah,  Penerbit Mitra Kebijakan  Tanah Indonesia,
                  Yogyakarta, hlm. 21.
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53