Page 121 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 121
Temuan global memperlihatkan, jumlah perempuan
mencapai setengah dari seluruh populasi dunia dan dua per-
tiganya menjadi bagian dari tenaga kerja. Ironisnya, keselu-
ruhan perempuan dunia hanya memperoleh 10% dari penda-
19
patan dunia dan hanya memiliki 1% properti. Temuan ini
masih merupakan perhitungan kasar tersebut, yang juga men-
cerminkan apa yang dialami negara kita. Temuan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan oleh Brown (2002)
menyebutkan bahwa sertifikasi tanah yang dilakukan hanya
menuliskan nama suami, meskipun sebenarnya mekanisme
joint titling dapat dilakukan. Temuan UNDP dan IDLO, (2006
– 2007) di Aceh pasca tsunami juga menyebutkan adanya
kesulitan bagi perempuan dalam proses sertifikasi yang justru
dilakukan oleh pihak kepala adat (keuchik) .
20
Di negara kita, terdapat dua kerangka legal yang dalam
soal tanah: pertama, hukum adat dan institusi peraturan for-
mal yang mengatur kepemilikan dan registrasi tanah. Institusi
peraturan formal mulai diterapkan pada tahun 1960 saat
pemerintah pusat mengembangkan sistem registrasi lahan
secara nasional. 21
Sebelum memasuki soal relasi gender dalam penguasaan
lahan, disini terlebih dulu disampaikan konteks pergeseran
penguasaan lahan di kedua desa: perbedaan mendasar yang
ditemukan, di desa Banjaranyar, khususnya OTL Banjaranyar
2 telah mengalami sertifikasi melalui Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN), sedangkan OTL Pasawahan belum
mengalami sertifikasi.
19 Report of the World Conference of the United Nations Decade
for Women: Equality, Development and Peace, 20-21st mtg., at 8, A/
CONF.94/35 (1980) dalam Brown (2003).
20 UNDP & IDLO. Perempuan Aceh di Hadapan Hukum Setelah
Konflik dan Tsunami Berlalu: Laporan Case Study. 2006 – 2007.
21 Brown & Purwanti. Registration of Land and Women’s Land
Rights on Java. 2002.
107