Page 144 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 144
“Saat nyerahin uang hasil jual panen, suami biasanya juga
nyerahin kuitansi, jadi kita bisa cek sama atau tidak jumlahnya.
Kalau mereka ambil duluan untuk beli rokok atau kopi, mereka
bilang pas nyerahin uangnya. Kalau tidak ada kuitansi, kita bisa
cek juga ke bandar langsung”
Jika suami berhak untuk mengambil “jatah” rokok dan
kopi, maka istri pun memiliki hak untuk untuk membeli
makanan kecil sebagai camilannya. Namun demikian, “jatah”
isteri selalu lebih banyak terpakai untuk menuruti kemauan
anak-anaknya.
Apa yang ditemukan di dusun Sukamaju, Banjaranyar
ini menunjukkan bahwa akses dan kontrol dalam kelem-
bagaan produksi dan distribusi antara laki-laki dan perempuan
di sana relatif setara. Meski dalam proses okupasi lahan,
perempuan kadang disebut kurang berperan dibanding laki-
30
laki , tetapi setelahnya, akses dan kontrol perempuan berjalan
seiring dengan akses dan kontrol laki-laki terhadap lahan yang
mereka perjuangkan. Hal yang kemudian selalu kurang
menguntungkan bagi pihak perempuan adalah beban kerja
mereka berganda. Mengenai hal ini, perempuan dan laki-laki
sepakat mengatakan bahwa, sejak mereka masih mengontrak
lahan di perkebunan karet pun, perempuan sudah membantu
pekerjaan di kebun disamping tugas domestik yang menjadi
“kewajiban”.
Pengaruh budaya dan nilai agama berkontribusi penting
pada konstruksi produksi di atas. Agama malahan menjadi
dasar penting penegasan hak, sebagaimana terlihat dari
pernyataan berikut.
“Zaman perjuangan, berkali-kali kami disebut PKI atau bahkan
yang lebih parah kami disebut murtad, sholat tapi menjarah
lahan. Tapi kami yakin bahwa apa yang kami lakukan benar
30 Ucapan seseorang laki-laki yang diamini laki-laki lain dalam forum
diskusi “Dalam kelembagaan, perempuan hanya ikut dalam pendidikan
saja, sisanya, semua dikerjakan oleh laki-laki”.
130