Page 239 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 239

sisi rakyat menganggap tanah adalah tumpuan kehidupannya,
             sementara di sisi yang lain negara membutuhkan “pengor-
             banan” rakyat untuk menyerahkan tanahnya demi pem-
             bangunan dan pertumbuhan ekonomi.
                   Kini, akses masyarakat atas tanah di Trisobo semakin
             terbatas. Kontribusi sosial dan ekonomi pun belum mereka
             rasakan dari kehadiran investasi berbagai perusahaan ter-
             sebut. Konflik berkembang tidak hanya pada soal penolakan
             atas keberadaan PT. KAL, tetapi juga konflik antar sesama
             masyarakat.
                   Sejarah penguasaan tanah oleh PT KAL sendiri berawal
             dari masuknya Perusahaan Inggris bernama “Pamanukan and
             Tjiasem Lands” (disingkat P and T LANDS) pada tahun 1918
             dan berkedudukan di Subang, Jawa Barat. Mereka berhasil
             menguasai tanah masyarakat di daerah ini dengan cara
             mengusir petani untuk kemudian menjadikannya sebagai
             perkebunan kopi pada tahun 1935. Pada tahun 1920 per-
             usahaan P and T LANDS yang bergerak di bidang perkebunan
             kopi, kakao dan randu ini memperluas wilayah usahanya
             dengan membangun Perkebunan KALIMAS di Semarang
             yang menguasai lahan mencapai luas sebesar 1.018,79 Ha,
             terbagi menjadi 5 Afdeling meliputi, Afdeling KALIMAS
             (29.0 Ha), Afdeling PESANTREN (232,42 Ha), Afdeling
             SEMAK (204,96 Ha), Afdeling REMBES (138,09 Ha), dan
             Afdeling TRISOBO (151,30 Ha).
                   Pada zaman Jepang, perkebunan milik asing dibubarkan
             dan rakyat dipaksa menanam jarak dan tanaman pangan
             untuk keperluan logistik perang Jepang. Petani Trisobo diperas
             dengan cara menarik pajak panen yang diberi nama gabah
             kumai. Semua ini berlangsung sampai Indonesia merdeka
             tahun 1945. Saat itu tanah rakyat Desa Ngaglik  Trisobo
             dikembalikan kepada pemerintah. Saat dikembalikan tanah
             perkebunan di desa itu masih berstatus erfpacht, namun secara
             faktual telah digarap oleh penduduk. Tetapi pada tahun 1964

             225
   234   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244