Page 235 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 235
mereka sekarang ini ke arah yang lebih baik, misalnya terpilih
menjadi buruh pabrik yang bergaji tetap dan memakai
seragam bersih. Namun sebagian mereka juga menolak diam-
diam sebab jika penambangan pasir besi itu tidak mengun-
tungkan warga petani pesisir, mereka juga akan kehilangan
pekerjaan yang setiap panen raya cukup lumayan untuk dapat
pemasukan modal bagi kehidupan mereka selama ini.
Kelompok ini selalu ragu-ragu.
Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: pertama,
konflik lahan pasir Kulon Progo merupakan salah satu bentuk
konflik agraria yang diakibatkan oleh masih berlaku-kuatnya
kelompok dan jaring kapitalisme-feodal yang diwakili oleh
kekuatan Pakualaman dan Keraton Hadiningrat, berkelindan
pula dengan koorporasi asing dan negara yang diwakili
pemerintah. Gurita kapitalisme-feodal-negara-modal asing
berhadap-hadapan dengan kelompok petani pesisir yang
‘mempertahankan’ basis produksi dan ruang hidupnya (life
space). Kedua, sepak terjang negara dalam hubungannya
dengan konflik lahan pasir Kulon Progo bersifat langsung
berhadapan dengan rakyat/warga pesisir yang menolak
penambangan. Bersifat langsung karena Pemerintah Daerah
menjadi pendukung penuh/utama proyek penambangan.
Ketiga, perubahan kondisi sosial-ekonomi yang melingkupi
kondisi Wong Cubung sejak sebelum pengetahuan dan tek-
nologi pengelolaan pertanian lahan pasir, yang kemudian ber-
ubah menjadi Wong Makmur dengan segenap temuan-temu-
an dan inovasi pertanian lahan pasir, menjadi alas argumen
utama dalam berbagai cara dan wawasan petani pesisir: sosial-
ekonomi-politik dan moral, bagi gerakan mereka melawan
gagasan/menolak penambangan pasir besi.
221