Page 80 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 80
mendapat 75%. Sedangkan apabila berbentuk Perum, berarti
wewenang pengelolaan hutan berada sepenuhnya di tangan
pemerintah. Akibatnya, konsep community based forest man-
agement tidak mungkin berjalan, karena dengan badan hukum
PT, Perhutani dituntut untuk memaksimalkan keuntungan.
Padahal kenyataannya kondisi hutan di Jawa sudah sangat
mengenaskan. Apalagi sejak tahun 1997 hutan di Jawa dijarah
habis-habisan. Akibatnya, tidak hanya harus menanggung
kerugian, produksi Perhutani pun mengalami penurunan dari
tahun ke tahun.
Perubahan Perhutani menjadi PT menjadi kontroversi.
Pada tanggal 22 Juni 2001, Ir. Djamaludin Soerjohadikusumo
bersama sejumlah pakar dan praktisi kehutanan mengajukan
permohonan keberatan hak uji materiil (judicial review) atas
PP No. 14/2001 tersebut. Kemudian tanggal 7 Maret 2002,
Mahkamah Agung memutuskan memberikan kemenangan
pada penggugat. Dengan demikian, Perhutani harus kembali
menjadi Perum. Akan tetapi keputusan judicial review tidak
dieksekusi sepenuhnya. Buktinya hingga saat ini de facto badan
hukum Perhutani masih berbentuk PT.
Di balik perbedaan pendapat antara Perum dan PT
terdapat persoalan yang jauh lebih besar, yaitu makna usaha
BUMN yang belum tuntas. Apakah BUMN berfungsi sebagai
sarana pencari uang bagi negara atau BUMN berfungsi sosial
dalam pelayanan publik, jika jawaban atas misteri ini ditemu-
kan, maka konsep tata guna, tata produksi, dan kelola ter-
hadap hutan pun dengan gamblang akan dapat dicari jalan
penyelesaiaannya.
Kontradiksi ide dan praktek
Konsep pengelolaan hutan seperti terurai sebelumnya,
sebenarnya cukup baik. Namun praktek di lapangan, yang
terjadi malah konflik. Antara tahun 1986–2001, terjadi 69
66