Page 84 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 84

ditemukan bahwa PHBM adalah mekanisme penanaman
           hutan oleh Perhutani setelah mereka panen (baca: tebang)
           dengan memanfaatkan tenaga dan sumberdaya masyarakat.
           Berdasarkan hasil wawancara kami pada tanggal 30 Oktober
           2009 didapat informasi, bahwa panen Cikuya dengan
           penanaman tahun 1969 dan panen bulan Agustus 2009 yang
           lalu, dengan areal tebang seluas 50 Ha, tidak sepeserpun di-
           berikan ke masyarakat, kecuali sisa-sisa kayu yang dapat
           diambil masyarakat sebagai kayu bakar dan sedikit sumbang-
           an Rp 500.000,- untuk organisasi pemuda sebagai kompen-
           sasi menjaga kayu yang telah ditebang agar tidak dicuri.
           Setelah panen dengan sistem tebang habis ini, Perhutani
           mengajak masyarakat untuk ikut menanam di kawasan hutan
           melalui PHBM yang diwadahi dalam kelembagaan masyakat
           desa hutan (LMDH) dengan perjanjian pembagian hasil 25%
           untuk petani, 5 % untuk pengurus LMDH dan 70% untuk
           Perhutani, dan tidak satupun kami mendapatkan dokumen
           perjanjiannya baik di pemerintah desa, masyarakat peserta
           program, dan Perhutani sendiri.
                Di desa Sindangasih, pelaksanaan penanaman bulan
           September 2009, masyarakat yang ikut dalam kegiatan
           PHBM harus mengeluarkan biaya produksi penanaman kayu
           jenis albasia (bibit dan tenaga kerja) hampir Rp 2.500.000/
           Ha (hasil wawancara dengan responden di kampung Cikuya,
           Desa Sindangasih tgl 30 oktober 2009), sementara ketika kami
           melakukan cek ke KRPH Cikatomas pada bulan september
           2009, mereka mengatakan bahwa Perhutani ada anggaran
           untuk penanaman tersebut.
                Di Kampung Sinagar, yang menjadi basis gerakan SPP,
           masyarakat tidak mau mengikuti program PHBM ini, karena
           menurut mereka, Perhutani hanya mengambil keuntungan
           sepihak, sementara masyarakat dikuras tenaganya untuk
           menjamin produksi kayu Perhutani. Padahal petani-petani
           OTL Kajarkajar telah melakukan skema penanaman berbasis

                                                                  70
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89