Page 89 - Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria Krisis Sosial Ekologi
P. 89
ditanam dengan alasan bahwa jenis pohon-pohon tersebut
dianggap mampu menghasilkan tangkapan air dalam volume
tinggi daripada pohon-pohon lainnya. Sementara itu warga
juga dibolehkan memberdayakan lahan tersebut secara
pribadi dengan menanam pepohonan buah-buahan yang
bersifat menghasilkan cadangan air dan menambah tutupan
hutan seperti pohon manggis, durian, jengkol, pete, dan
sebagainya. Pepohonan yang ditanam di areal konservasi tidak
boleh ditebang dan hanya boleh diambil hasilnya (buah).
Pohon jati adalah jenis yang juga mampu menghasilkan
cadangan air, akan tetapi masyarakat sengaja tidak menanam-
nya di lahan reklaiming dikarenakan beberapa hal. Jika mena-
nam jati pihak Perhutani akan mengklaim pohon jati tersebut
sebagai milik Perhutani dengan memberi semacam label/
nomor pada batang pohon yang dimaksud, memang, Per-
hutani memiliki kewenangan untuk itu. Disinilah salahnya
kebijakan penanaman jati di Jawa, alih-alih ingin memper-
tahankan produksi kayu jati dengan memonopoli penanaman
hanya oleh Perhutani, malah yang terjadi adalah pembe-
rangusan kayu jati sendiri, karena masyarakat tidak mau
menanam. Jika menanam jati, urusannya bisa panjang dengan
Perhutani, bahkan di lahan reklaiming, jika masyarakat
menemukan pohon jati yang mereka anggap itu adalah
tanaman Perhutani langsung dicabut, karena mereka tidak
mau, lahan yang di atasnya ditanami jati dianggap milik
Perhutani dan masyarakat tidak boleh mengakses kesana.
Salah satu dari lima daerah tangkapan air yang ada di
lahan reklaiming OTL Kajarkajar adalah Hutan Mata Air
Kajarkajar yang letaknya memang bersebelahan langsung
dengan ke-RT-an Kajarkajar. Hutan ini pada awalnya hanya
ditumbuhi semak belukar. Kini, setelah dikonservasi oleh
OTL, terbukti mampu mensuplai air bagi kebutuhan produksi
pertanian di ± 3 ha sawah dan kebutuhan rumah tangga
sebanyak 20 KK. Pemberian nama Hutan Mata Air
75