Page 31 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 31
18 Prof. Dr. Maria SW Sumardjono., S.H., MCL., MPA
bertentangan dengan Pasal 41 UUPA jo PP No. 40 Tahun 1996
di samping bertentangan dengan konstitusi sesuai Putusan
MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 (Maria SW Sumardjono , ”
Properti untuk Orang Asing”, Kompas 24 /7/2015).
Ketujuh, usulan reformasi UUPA yang disusun oleh Tim
Konsultan ADB, 2 Juli 2010 (TA 7038-INO: Enhancing the
Legal and Administrative Framework for Land) yang antara lain
menekankan prioritas pendaftaran tanah sebagai instrumen
untuk memfasilitasi keberadaan pasar tanah (tanah sebagai
komoditas!). Juga diusulkan untuk menggantikan asas
pemisahan horisontal dengan asas vertikal yang jelas berbeda
kerangka dasarnya ( hukum adat vs hukum barat). Demikian
juga usul penyederhanaan jenis hak atas tanah menjadi HM dan
HP berdasarkan analoginya dengan “Freehold” dan “Leasehold”
dalam sistem hukum Anglo Amerika, tanpa memahami bahwa
sesuai dengan Pasal 5 UUPA dalam konsepsi pemilikan tanah
menurut hukum adat dikenal adanya HM dan HP. Berbagai
contoh sesat pikir di atas menunjukkan bahwa pengeroposan
UUPA itu terjadi ketika UUPA masih berlaku.
Masa depan UUPA
Mengingat posisi UUPA yang dilematis itu (Maria SW
Sumardjono , “Quo Vadis UUPA “, Kompas 24/9/2010) maka
pertanyaan “apakah” UUPA dapat/tidak dapat dirubah
menjadi tidak relevan. Yang lebih mendasar adalah “kapan”
UUPA masih diperlukan atau sudah tidak diperlukan lagi
keberadaannya? Jika perubahan /revisi/penyempurnaan
UUPA itu dilakukan terhadap substansi yang khusus mengatur