Page 34 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 34
Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria 21
Problematik
Melanjutkan “salah kaprah” tentang Hak Pengelolaan
(HPL) sebagai “fungsi” publik dan menetapkannya sebagai
“hak” yang berciri keperdataan itu merupakan langkah yang
beresiko. Pertama, menciptakan konstruksi hukum baru
bahwa HPL dapat diterbitkan “dibawah“ HGU atau bersamaan
dengan pemberian HGU. Walaupun tujuannya antara lain
adalah untuk menyelesaikan masalah okupasi tanah HGU aset
BUMN, tetapi hal itu melanggar konsep “pelepasan hak” yang
dibangun berdasarkan asas hak menguasai dari negara menurut
Pasal 2 UUPA dan Penjelasannya. Belum jelas bagaimana
konstruksi hukumnya jika ada sebagian bidang tanah yang
berstatus ganda tersebut akan diberikan kepada pihak ketiga.
Dari segi aset, bagaimana pencatatannya jika pada sebidang
tanah terdapat dua macam hak atas tanah yang dipunyai oleh
satu pemegang hak ? Kedua, dalam DIM disebutkan bahwa
HGU dapat terjadi di atas tanah negara, tanah HPL dan tanah
Hak Milik (HM). Tanpa persyaratan pelepasan HPL dan HM
terlebih dahulu, hal ini jelas melanggar Pasal 28 UUPA yang
menyebutkan bahwa HGU hanya dapat terjadi di atas tanah
negara. Secara yuridis-konseptual tanah negara, tanah HPL
dan tanah HM itu berbeda dalam sifat dan isi kewenangannya
masing - masing. Ketiga, terdapat inkonsistensi pengaturan
tentang status tanah setelah dilepaskan dari kawasan hutan.
Dalam satu ketentuan disebutkan bahwa kawasan hutan yang
dilepaskan itu menjadi HPL yang dapat diberikan kepada
Pemerintah, Pemda, atau Badan Pengelola Bank Tanah. HGU
diberikan setelah adanya persetujuan tertulis dari pemegang