Page 90 - Regulasi-Pertanahan-dan-Semangat-Keadilan-Agraria
P. 90
Regulasi Pertanahan dan Semangat Keadilan Agraria 77
UUPTKU menabrak prinsip “hukum sebagai sistem”
Terobosan yang ditempuh UUPTKU menimbulkan tanda
tanya dikaitkan dengan konsep dasar perolehan tanah untuk
kepentingan umum. Sesuai konsepsi hukum tanah nasional,
pada prinsipnya perolehan tanah harus dilakukan dengan
cara musyawarah, artinya masyarakat melepaskan tanahnya
secara sukarela dengan memperoleh ganti kerugian. Bila
untuk kepentingan umum semua upaya yang ditempuh untuk
mencapai musyawarah menemui kegagalan sedangkan lokasi
pembangunan tidak dapat dipindahkan ke tempat lain, maka
ditempuhlah acara pencabutan hak atas tanah sesuai dengan
UU No. 20 Tahun 1961 yang landasan hukumnya diletakkan
oleh Pasal 18 UUPA.
Konsepsi ini masih dianut oleh Keppres No. 55 Tahun 1993
dan Perpres. Sesuai Keppres, bila keputusan tentang bentuk
dan besarnya ganti kerugian ditolak oleh 25% pemegang
hak, sedangkan lokasi tidak dapat dipindahkan, hal itu dapat
berujung pada upaya pencabutan hak atas tanah. Ganti
kerugian dititipkan di pengadilan jika pemilik tanah tidak
ditemukan. Menurut Perpres, bila 75% pemilik tanah menolak
lokasi pembangunan, terbuka upaya menempuh acara
pencabutan hak atas tanah. Demikian juga bila 25% pemilik
tanah menolak penawaran ganti kerugian, ganti kerugian
dititipkan di pengadilan negeri setempat, dengan tetap terbuka
kemungkinan untuk menempuh upaya pencabutan hak.
Karena hak perorangan itu dihormati, maka bila
kepentingan umum menghendaki dan musyawarah menemui
kegagalan, sedangkan lokasi tidak dapat dipindah, demi