Page 106 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 FEBRUARI 2020
P. 106

investasi; (3) ketenagakerjaan; (4) pemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan
               Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM); (5) kemudahan usaha; (6) fasilitasi
               kegiatan riset dan inovasi; (7) administrasi pemerintahan; (9) pengenaan sanksi;
               (10) pengadaan tanah dan pemanfaatan kawasan hutan; (11) proyek dan investasi
               pemerintah, dan optimalisasi kawasan ekonomi.

               Esai ini fokus pada pembahasan izin usaha dan kaitannya dengan pelestarian
               lingkungan serta aspek ketenagakerjaan yang berkaitan dengan perlindungan hak-
               hak pekerja.

               Potensi Kekerasan Struktural


               Membangun infrastruktur yang ramah terhadap investasi dengan melonggarkan
               prosedur pelestarian lingkungan hidup sekaligus abai pada kesejahteraan pekerja
               akan berpotensi pada berlangsungnya kekerasan struktural. Terminologi kekerasan
               struktural diperkenalkan oleh Johan Galtung, sosiolog asal Norwegia yang fokus
               pada studi-studi mengenai konflik dan perdamaian.

               Menurut Galtung, peristiwa kekerasan tidak melulu harus dilakukan secara langsung
               (directviolence) dalam bentuk perlukaan fisik atau psikis di mana pelaku dan
               korbannya berada dalam satu momen waktu dan/atau lokasi yang sama (Galtung &
               Hoivik,1971).

               Kekerasan, sebagai suatu alat kontrol dan alat kuasa (Parsons, 2007), juga bisa
               terjadi secara tidak langsung. Kekerasan struktural dimulai saat sumber daya
               terdistribusikan secara timpang. Galtung memberikan contoh bahwa membiarkan
               kelompok marjinal tidak bisa mengakses layanan kesehatan merupakan bentuk
               kekerasan struktural; sebab secara substansial, tidak memberikan pertolongan
               medik kepada orang sakit yang lemah secara ekonomi memiliki dampak penderitaan
               yang sama dengan peristiwa penyerangan fisik kepada seseorang yang dilakukan
               secara langsung.

               Dalam konteks Omnibus Law, kekerasan struktural bisa berpotensi terjadi apabila
               wacana perizinan amdal (analisa dampak lingkungan hidup) jadi diperlonggar atau
               dihapuskan. Dalam proyeksi RUU ini, terdapat diversitas mekanisme penilaian
               terhadap dampak linkungan berdasarkan jenis usaha. Hanya jenis usaha yang di
               anggap "memiliki dampak penting" terhadap lingkungan yang membutuhkan izin
               lingkungan.

               Prosedur untuk memastikan terjaganya keseimbangan ekologi bisa jadi memakan
               waktu. Bagi badan usaha, bisa jadi proses ini dianggap tidak ekonomis.

               Dengan prosedur amdal saja sebenarnya bukan jaminan lingkungan hidup kita tetap
               lestari, apalagi jika prosedur tersebut diperlonggar atau dihilangkan. Suhu panas
               yang ekstrem, polusi udara, asap akibat pembakaran hutan, banjir, dan peristiwa
               alam lain yang telah kerap muncul sebagai dampak dari rusaknya lingkungan, akan
               semakin parah apabila pelestarian alam dikesampingkan dalam upaya pencapaian
               kemajuan ekonomi. Potensi kekerasan struktural lain yang berpotensi terjadi adalah




                                                      Page 105 of 185.
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111