Page 150 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 APRIL 2021
P. 150
Di Asia, beberapa negara sudah punya skema bantuan serupa. Thailand, misalkan. Mereka punya
program asuransi pengangguran bagi pekerja formal sejak 2004. Sedangkan di Vietnam, setiap
perusahaan yang punya 10 atau lebih karyawan diminta berpartisipasi dalam asuransi
pengangguran. Imbauan ini jadi kewajiban bagi perusahaan yang punya lebih dari 200 karyawan.
Di Malaysia, bantuan semacam ini ada sejak 1 Januari 2018. Menurut data LPEM Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2020), skema di Negeri Jiran ini dikelola oleh Social
Security Organization (SOSCO). Mereka yang menganggur bisa mendapat tunjangan mencari
kerja sebanyak 80 persen dari gaji terakhir selama maksimal 6 bulan, juga ada tunjangan
pelatihan. Untuk bisa mendapat manfaat tersebut, para pekerja harus membayar iuran 12 bulan
selama 24 bulan kepesertaan. Indonesia sendiri secara terang-terangan akan mengadopsi sistem
yang dipakai oleh Malaysia.
Infografik Advertorial JKP? Apaan Tuh?!. tirto.id/Fakhri Niat Baik dan Perlu Perbaikan Niat baik
tak selamanya akan memberi hasil baik pula. Ini yang terjadi pada JKP. Ada beberapa kritik
sekaligus masukan agar program itu bisa berjalan lebih baik. Trade Union Rights Centre (TURC),
pusat studi dan advokasi perburuhan, menyoroti sejumlah isu kunci yang patut dicermati.
"Beberapa isu kunci yang disorot oleh TURC antara lain terkait syarat kepesertaan dan eligibiltas.
Selain itu, ada isu manfaat program yang akan sangat berpengaruh pada inklusivitas cakupan
pekerja secara luas. Juga, kemudahan pekerja dalam mengakses manfaat program JKP agar
dapat sejalan dengan tujuan awal pemerintah," ujar Direktur TURC, Andriko Otang.
Isu pertama adalah jumlah pekerja yang terdaftar. Menurut laporan tahunan BP Jamsostek
(2019), baru sekitar 55 juta pekerja yang jadi anggota, dari total jumlah pekerja 137 juta orang.
Dari jumlah tersebut, yang aktif alias rutin membayar iuran lebih sedikit lagi, yakni sekitar 34
juta orang saja. Sedangkan dari sumber Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) per September 2020, disebut bahwa peserta Jaminan Pensiun hanya 12,5 juta orang,
Jaminan Hari Tua sebanyak 15,7 juta orang, dan yang ikut Jaminan Kecelakaan Kerja serta
Jaminan Kematian hanya 30,1 juta orang.
Perkara jumlah pekerja ini masih ditambah lagi dengan perbandingan jumlah pekerja formal dan
informal. Saat ini, berdasar data Badan Pusat Statistik (2019), lebih dari 74 juta orang Indonesia
bekerja di sektor informal. Sayangnya, pekerja informal yang terdaftar Jamsostek hanya di
bawah 3 juta. Sedangkan menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), hanya ada 38,5
persen pekerja formal (Pekerja Penerima Upah) dan 0,2 persen pekerja informal (Pekerja Bukan
Penerima Upah) yang menjadi peserta BP Jamsostek pada 2019. Ini artinya, hanya sebagian
kecil buruh yang bisa mendapat manfaat program ini, terutama buruh di sektor informal.
Melihat data ini, kajian TURC tentang JKP menyatakan bahwa manfaat JKP tidak akan
menjangkau banyak pekerja, bahkan sulit dirasakan manfaatnya di kalangan pekerja informal
karena tingkat kepesertaan pekerja kelompok ini masih rendah.
Padahal, JKP amat penting bagi pekerja, terutama di sektor informal, mengingat kelompok ini
adalah pihak yang paling terdampak jika kondisi krisis melanda. Setahun terakhir, para pekerja
informal, mulai dari pekerja event hingga pekerja sektor pariwisata, mengalami penurunan
pendapatan secara drastis, bahkan kehilangan pekerjaan. BPS juga menyebut masyarakat miskin
dan pekerja sektor informal sebagai kelompok yang paling terdampak pandemi.
Isu kedua adalah soal iuran. Pasal 19 ayat (3) menyebutkan bahwa orang yang bisa menerima
manfaat JKP adalah mereka dengan masa iuran 12 bulan dan sudah membayar minimal 6 bulan
berturut-turut sebelum PHK. Ini juga rawan bermasalah, karena banyak perusahaan kurang
disiplin memenuhi hak pekerja, dan jelas berdampak pada hal-hal lain, semisal kehilangan masa
kepesertaan, hingga potensi menunggak.
149