Page 115 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 115
jantunglah lawan mengukur kekuatanmu. Jika jantungmu
cepat dan tak beraturan, tahulah makhluk itu bahwa ia bisa
menyeringai dan mengendalikan permainan. Jika jantungmu
stabil dan tenang, lawanmu mengerti bahwa kau sulit di
goyahkan. Dengan pernafasan kuatur agar denyutku tenang
dan tepat. Aku berjalan pelan ke arah daun yang tadi bergerak.
Pelan. Pelan tapi pasti.
Jika aku berhasil mengusik dia keluar, sesungguhnya aku
tak tahu seperti apa dan sebesar apa dia. Dan aku tak membawa
senjata apapun selain mentalku. Tapi aku sudah mengambil
keputusan. Ketika aku merasa titik yang tepat itu tiba, aku
mengambil risiko.
Aku menggelegar sekeras kubisa. Suaraku bagaikan sem
buran stegodon.
Tapi kusadari aku telah melompat mundur. Sebab ia ber
teriak juga. Suaranya seperti kucing besar berbangkis marah
dan cemas. Sebuah sosok mumbul dari dalam dedaunan.
Hitam. Seperti ada bola mata. Sesaat aku kehilangan kendali
dan meloncat ke belakang. Lalu makhluk itu melesat ke dalam
hutan. Aku tak mengejarnya. Ketika aku pulih dari campuran
rasa takut dan terkejut kurasakan jantungku berdebar kencang
dan tanganku dingin. Aku telah melihat wajahnya. Makhluk itu
kecil bagaikan tuyul hitam. Semakin kuingat semakin ia terasa
mengerikan karena ukurannya yang tak masuk akal. Barangkali
ia hanya sedikit lebih tinggi dari lututku. Tapi kepalanya yang
besar adalah kepala manusia. Setidaknya demikian dalam
rekaman sistemku. Ia memiliki mata bulat yang mestilah begitu
besar, sebab dari sekian detik penampakannya aku menangkap
jelas bola mata itu. Bulat, dengan bidang putih yang kejinggaan,
dan pupil hitam keruh. Ia menatap padaku seperti geram dan
gentar. Sepasang mata tuyul. Samarsamar kuingat dahinya
menonjol seperti taruk yang gagal tumbuh. Ia bukan berjambul
10