Page 116 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 116
melainkan bertanduk. Setan Togtogsil. Ataukah arwah anak
yang mati tersambar petir.
Apa yang kulihat barusan, aku sungguh tak habis pikir.
Untuk pertama kalinya aku merasa takut pada hantu. Jika aku
melihat tuyul, makhluk halus berupa anak kecil itu, kenapa
tidak di belakangku telah berdiri, sedari tadi, seorang perem
puan bergaun putih dengan rambut hitam terurai mayang. Jika
orok setan itu telah menampakkan diri, kenapa wanita sundal
itu juga tidak membayangi aku. Tanah ini bertuah.
Suara air menetes setelah terkumpul pada daun.
Aku merasa tengkukku seperti terhembus. Jancuk! Aku
berseru untuk mengumpulkan tenagaku dan menoleh ke bela
kang. Kosong. Angin dingin lewat di leherku bersama titiktitik
embun. Di tempat yang lebih tinggi tampaknya angin lebih
kencang lagi. Sayupsayup aku mendengar baung bebatu.
Di antaranya, aku mengenali nyanyian magis Sebulku.
Suaranya lolongan fu yang menyihir, membuatku rindu.
Duhai, manusiaserigalaperempuanjantan. Ia mengusap jan
tungku. Tenang, tenanglah, Yuda.
Aku mendengar desaunya di tempurungku, di antara
kedua telingaku. Tempat menyimpan rahasia adalah di antara
jantung dan hati. Para satria dan wigata memendam rahasia.
Hanya keledai desa yang menempatkan diri lebih rendah dari
makhlukmakhluk halus. Mereka mengulangulang cerita han
tu sehingga menjadi lebih besar daripada sang hantu sendiri.
Jika engkau tak pandai bersiasah, maka dongeng adalah ber
tuah. Setiap kali kau mengulanginya, setiap kali ia memperanak
diri. Simpanlah cerita dalam kitab di antara jantung dan
hatimu. Agar tuyul itu tidak menjelma takhayul.
*
10