Page 119 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 119
Kini, ketika kutuliskan cerita ini, pengalaman telah meng
ajari aku tentang membaca kisahkisah. Kisah yang menyo
dorkan kebajikan ideal adalah kisah ideologis. Yaitu, kisah yang
buruk. Kisah yang baik tak mungkin menyodorkan kebajikan
ideal. Ia selalu mengandung ketegangan dalam moral cerita
nya. Karena itu, kisah yang baik mengajarkan kepada kita
untuk tak mencari moral cerita. Orang yang selalu mencari
moral cerita adalah seorang ideolog. Ia tak akan menemukan.
Ia hanya akan memaksakan. Seperti seorang pemanjat kotor
yang merusak tebing.
Ketika membaca lakon Yudhistira Kalah Dadu, seorang
ideolog yang memuja satria akan meloncat pada kesimpulan
bahwa perempuan mulia adalah perempuan yang menerima
apapun perbuatan suaminya, bahkan ketika dirinya menjadi
bidak di meja taruhan. Orang demikian tidak bisa menerima
bahwa satria dan para nabi bisa salah. Ini adalah cara meng
ambil kesimpulan yang sesat. Pokok kisah ini bagiku bukan
ajaran bagaimana menjadi istri yang baik. Pokok kisah ini
adalah bahwa seorang satria harus berani menanggung ke
gilaannya sendiri. Implikasinya, satria juga bisa (bukan boleh)
memiliki kegilaan. Bisa dan boleh itu berbeda sekali, Bung.
Sekali lagi, bisa bukan berarti boleh. Tidak ada yang dapat
dibenarkan dengan mempertaruhkan istri di arena judi. Mes
kipun, aku tak keberatan mempertaruhkan Marja, hanya jika—
ya, hanya jika—ia sendiri bersedia. Aku kenal Marja, si binal
berkepala liar. Mungkin sekali ia akan merasa permainan
demikian, menjadi taruhan semalam, sangat menggairahkan
dan menegangkan. Jika pacarku itu bersedia, aku tak keberatan
menjadikan dia taruhan terhadap Parang Jati. Barangkali
suatu kali aku melakukannya. Jika Marja setuju. Kami akan
bertaruh, mengenai apa saja. Taruhannya adalah Marja. Jika
aku menang, Marjaku akan memperkuda sahabatku. Jika
Parang Jati yang menang, ia meniduri pacarku. Dan kalah atau
10