Page 158 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 158

Sama seperti kamu tak tahu perihal Watugunung, nama bukit
               batu yang kalian panjat itu, tempat suaka para siluman yang
               terusir dari cecadas gamping yang ditambang. Sebab kalian tak
               pernah peduli pada kisah­kisah desa.
                   Ah, barangkali aku yang sedang terlalu peka.
                   “Genep  itu  enem.  Enam  itu  genap,”  kata  perempuan  itu
               serak tanpa ditanya.
                   Aku seperti mengerti sesuatu yang samar­samar. Aku tahu,
               “genep”  adalah  kata  bahasa  Sunda  untuk  enam.  Dan  “enem”
               adalah bahasa Jawanya. Dan tentu saja enam adalah bilangan
               genap. Tapi entahlah apa maksudnya Mbok Manyar ini.
                   Lalu ia berubah suara sama sekali, menjadi ibu­ibu Jawa
               biasa, dan menyapa sahabatku. “Eh, Nak Jati? Piye kabare?”
                   Parang  Jati  memperkenalkan  aku  kepadanya.  Aku  yakin
               aku melihat ia menyapa ramah dengan mata kanannya semen­
               tara mata kirinya menembus ke dalam diriku memindai­min­
               dai bukti atas kecurigaannya. Seperti ular, ia tak sepenuhnya
               percaya  padaku.  Tapi  aku  biasa  diperlakukan  demikian  oleh
               orangtua.  Terutama  orangtua  pacar­pacarku.  Secara  kasat,
               Mbok Manyar mengenakan kain jarik yang longgar serta atasan
               serupa  modifikasi  kebaya.  Rambutnya  digelung  sederhana.
               Aku  memperhatikan  bahwa  rambut  itu  hitam  tak  beruban,
               meskipun  kendur  telah  menggelayuti  wajahnya.  Aku  segera
               mengetahui  bahwa  suara  ramah  keibuannya  datang  dari  sisi
               kanan  dirinya.  Sisi  kiri  dirinya  adalah  sosok  yang  membuat
               punggungku meremang bagai terhirup logam.
                   Kami  tidak  segera  berbicara  mengenai  “kejadian”  itu,
               meskipun  ia  masih  berkerabat  dengan  Kabur  bin  Sasus.  Dia
               adalah  wanita  yang  ikut  menenangkan  istri  mendiang  ketika
               menemukan kubur telah kosong. Mbok Manyar malah berkisah
               perihal mataair. Ketika itulah aku menyadari bahwa genangan
               di lubuk itu telah keruh dan sedikit surut, meskipun hujan baru
               saja tumpah.


            1
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163