Page 156 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 156

Para pengikut Kabur bin Sasus umumnya percaya bahwa
               ia  bangkit  kembali  dan  itu  berarti  sang  guru  adalah  sakti
               mandraguna. Sedikit di antara mereka menduga bahwa guru­
               nya tak pernah betul­betul wafat, melainkan hanya mati suri
               saat dimakamkan.
                   Sementara  itu,  musuh­musuh  mereka,  yaitu  pengikut
               pemuda Kupukupu, terbangun dari orang­orang yang menye­
               nangi takhayul maupun yang membenci takhayul. Yang senang
               pada  takhayul  percaya  bahwa  jasad  Kabur  bin  Sasus  ditolak
               bumi. Yang rasional percaya bahwa tubuh mati itu dicuri oleh
               para pengikut Kabur sendiri dengan tujuan untuk menciptakan
               mitos.  Di  desa  ini,  yang  sungguh­sungguh  rasional  sangat
               sedikit jumlahnya.
                   Suara­suara kemungkinan terdengar sayup­sayup bersama
               buyarnya orang­orang akibat hujan lebat. Aku mengundurkan
               diri  ke  tempat  teduh,  termenung  memandangi  siluet  Parang
               Jati  yang  membelakangi  aku,  serta  kerumunan  yang  kucar­
               kacir  di  depannya.  Aku  bukan  penonton  pasif.  Sekarang  aku
               sudah tak terlalu peduli dengan taruhanku. (Jika aku jujur, aku
               harus mengakui bahwa Parang Jati telah mengumpulkan angka
               jauh  di  atasku.  Lagipula,  hubunganku  dengan  gerombolanku
               terlanjur  kacau  oleh  perkara  ini.)  Aku  kini  justru  terganggu
               oleh rasa penasaran yang murni. Ke mana sesungguhnya jasad
               lelaki itu pergi?
                   Parang  Jati  membalik  badan  kepadaku.  “Yuda,”  katanya
               tiba­tiba,  “kamu  harus  mengubah  pandangan  kamu  bahwa
               orang desa itu tolol­tolol.”
                   Aku mendengus. “Jati, beda aku dan kau adalah ini: kau
               tak  berani  mengakui  bahwa  orang  tolol  adalah  tolol.  Sopan­
               santunmu  membuat  kau  pengecut.  Aku  tidak  bilang  bahwa
               semua orang desa adalah bodoh. Tapi sebagian besar mereka
               dibikin goblok. Oleh televisi.”
                   Parang Jati tampak tak hendak berdebat di jurus ini. “Saya


            1
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161