Page 152 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 152

tersangkut di pinggangnya. Pengikutnya, sekitar sepuluh sam­
               pai  selusin,  mengenakan  gaun  yang  serupa,  namun  lebih
               sederhana daripada tuan mereka. Jurai topi bulu mereka tidak
               serimbun dan sepanjang milik Pemuda K. Rompi mereka tidak
               mencapai pinggul, melainkan hanya sepinggang. Tali­tali kasut
               mereka tidak mencapai lutut melainkan hanya setengah betis.
               Agaknya,  pada  asesoris  itulah  pangkat  tergambar.  Sesung­
               guhnya, penampilan mereka sungguh komikal. Mereka tampak
               bagai gerombolan anak band yang meniru­niru cergam manga
               Jepang. Tapi kebencian di mata mereka menciptakan kenge­
               rian yang sungguh.
                   Salah satu di antara mereka telah menendang nyiru dan
               menyebabkan  kepala  korban  terlontar  dan  jatuh  terburai.
               Terdengar orang­orang menjerit, tak percaya bahwa sekelom­
               pok  pemuda  bersikap  lancang  terhadap  upacara  yang  telah
               turun­temurun  dilakukan.  Ibu­ibu  menyayangkan  kerajinan
               tangan mereka yang kini lengket di tanah tanpa bentuk.
                   “Ini  perbuatan  syirik!”  seru  Pemuda  Kupukupu,  dengan
               cara khasnya yang sangat menyerupai gaya tokoh­tokoh utama
               sinetron hidayah. Ia seperti kebanyakan nonton televisi. Lalu
               ia mengacungkan telunjuknya dengan sangat tak sopan kepada
               penghulu Semar. “Pak Ustadz telah murtad! Pak Ustadz telah
               terlibat dalam perbuatan syirik ini!”
                   Orang­orang terperangah, tak tahu berbuat apa.
                   “Pak Ustadz, bertobatlah! Sekarang, ucapkan syahadat!”
                   Tiba­tiba penghulu Semar mendapatkan kembali kekuat­
               annya. Ia balik menunjuk pemuda itu dan menggelegar dengan
               suara tuanya yang serak. “Kurang ajar kamu, Kupukupu. Tahu
               apa kamu, anak kecil! Pergi kamu!”
                   Pemuda K tampak kehilangan sedikit nyali. Ini barangkali
               latihan  pertamanya.  Suaranya  menjinak  sedikit,  meski  kata­
               katanya masih ancaman. “Saya telah peringatkan Pak Ustadz
               agar kembali ke jalan yang benar.”


            1 2
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157