Page 147 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 147
sebab ia dilandasi rasa takut dikuasai. Seorang pemenang yang
sesungguhnya, seorang manusia postmodern, seharusnya bisa
mengetahui tanpa menjadi tunduk kepada pengetahuannya.
Seorang manusia postmodern yang berdaulat sejati tidak diper
budak oleh pengetahuan. Ia menguasai pengetahuan. Bukan
dikuasai pengetahuan.
“Dan semua Sangkuriang, Oedipus, Watugunung adalah
lelaki. Tak ada perempuan yang membunuh ibunya untuk
mendapatkan ayahnya. Menarik, kan?”
Aku perlu waktu untuk mengolah input ini. Aku bahkan
tak tahu apakah ini data atau perintah. Dan menariknya di
mana? Menariknya, menurut Parang Jati, adalah bahwa ada
perbedaan besar antara pria dan wanita. Lho, kataku, bukannya
dari dulu juga kita berpikir begitu. Ya, sahutnya, tapi pernahkah
kita berpikir mengapa mereka tidak merasa perlu membunuh?
Kita menganggapnya wajar, tapi sesungguhnya kenapa kita
merasa perlu membunuh dan mereka tidak? Selama ini kita
melihat perbedaan itu dari kacamata lelaki dan menganggap
nya memang sudah begitu dari sononya. Tapi itu jawabannya
yang terlalu mudah dan pemalas.
“Coba, mengapa dongeng paling purba ini menyimpan
informasi tentang sifat lelaki yang merasa perlu membunuh
menaklukkan dan tidak demikianlah perempuan?”
Parang Jati selalu memperlakukan dongeng sebagai tem
pat menyimpan informasi. Seperti dongeng Sangkuriang me
nyimpan informasi tentang terbentuknya gunung Tangkuban
Perahu. Dongeng itu juga menyimpan informasi tentang mas
kulinitas dan femininitas. Kemudian hari aku mengerti bahwa
informasi baginya bukan berarti kebenaran. Informasi semata
mata data. Data bukan nilai. Data memiliki derajat kesahihan
yang berbedabeda. Data bisa dikumpulkan dari segala penju
ru. Si manusia mandiri akan mengambil keputusannya dan ni
lainilainya sendiri. Seorang ilmuwan dan cendekia barangkali
13