Page 165 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 165

lain. Dia pula yang akan terakhir menjadi dangkal di musim
                 kemarau panjang. Dia tak pernah surut di musim paling kering
                 sekalipun.
                     Akhirnya  aku  memberanikan  diri  bertanya  sesuatu  yang
                 tak langsung.
                     “Apa Mbok Manyar pernah tahu cerita lain kenapa nama­
                 nya Hu? Mm.. nama ini tidak terdengar seperti Jawa. Bahkan
                 tidak Indonesia…”
                     Tapi, kau tahu, bunyi hu dan fu bisa berbeda sangat tipis.
                 Seperti orang Jepang menyebut kohi untuk coffee. Desiskanlah
                 bunyi  f—yaitu  dengan  membentuk  celah  tipis  di  antara  bibir
                 bawah dan gigi seri atasmu. Lalu bunyikanlah hu dari udara
                 paru­paru yang menggetarkan pita suaramu. Kau akan mencip­
                 takan suara angin.
                     Wanita itu membuang muka sambil meludah seolah­olah
                 ada kapur sirih di mulutnya.
                     “Ada hu­rip, hu­ma, hu­ni, hu­lu, hu­jung, hu­tan, hu­jan.”
                 (Bagaimana kau bilang bunyi itu tidak Indonesia.)
                     Lalu ia memberi sikap bahwa ia tak hendak menjawabku
                 lagi.
                     Kami pamit dan meninggalkan dia.

                     Kelak  kutahu  perempuan  itu  memiliki  tempat  istimewa
                 bagi Parang Jati dan perbukitan ini. Di hari itu aku belajar cara
                 komunikasi baru. Aku mulai mengerti bahwa sahabatku adalah
                 medium di antara aku dan wanita itu. Parang Jati adalah juru
                 tafsir bagiku, sebab ada perbedaan dasar antara aku dan Mbok
                 Manyar.  Aku  mengajukan  pertanyaan­pertanyaan  modernis.
                 Yaitu,  yang  menuntut  bukti  dan  kejelasan,  meminta  ya  atau
                 tidak, 0 atau 1. Sebaliknya, Mbok Manyar memberi pernyataan
                 yang tidak langsung. Bahkan kalimat yang memantulkan balik
                 pikiranku  bagai  cermin.  Aku  menamainya  “pernyataan  cer­
                 min”, yaitu yang bukan menjawab keingintahuanku, melainkan


                                                                        1
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170