Page 277 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 277
boleh kita takut selain pada Gusti Allah.” Setelah itu Penghulu
Semar mengajak Kupu melakukan shalat. Mereka bersujud
menghadap jendela di sisi Barat. Sinar matahari sore bercahaya
di sana. Itulah pertama kalinya Kupu bershalat. Ayah ibunya tak
pernah mengajari dia sembahyang. Ia merasa begitu damai.
Kupu mengunjungi surau kecil itu setiap hari selama
pekan berlatih. Ia ke sana setiap selesai latihan Demikian, ia
mendapat harapan bahwa Sriti akan dilindungi. Tak selalu
ia menemukan Penghulu Semar. Jika ia sendirian di sana, ia
mencoba mengingatingat cara sembahyang yang diajarkan
sang penghulu. Ia merasa tenang di sana.
Ketika kelompok teater Watugunung dinyatakan menang
dalam perlombaan sekabupaten, esok harinya Kupu khusus
mencari Penghulu Semar.
Desa itu membikin selametan besar. Mereka membikin
tumpeng dan mengarak para pahlawan cilik berkeliling kam
pung. Para pahlawan mengenakan pakaian kebesaran mereka.
Lihatlah, Sultan Agung Mataram dan Nyi Rara Kidul duduk
bersama di tandu paling depan, bagaikan pengantin sejati. Di
belakangnya para prajurit Belanda, gerombolan Petruk itu,
dalam pedati yang ditarik oleh sapi. Ributnya luar biasa. Di
belakangnya lagi para prajurit Mataram yang berbaris sambil
melambailambaikan senjata masingmasing. Semua bersorak
sorak kegirangan. Di antara gerombolan Petruk Belanda itu ada
yang berseru bahwa pengantin di depan itu adalah pengantin
Sesajen. “Setelah ini, mari kita potong ramerame!”
Sembilan bulan kemudian tahun ajaran sekolah berakhir.
Jati lulus dari SDN itu. Tentu dengan angka yang tak terim
bangi siapapun. Ia akan melanjutkan sekolah ke Yogyakarta.
Kupu naik ke kelas empat dengan nilai terbaik juga. Sriti naik
ke kelas lima. Sekolah mengadakan pesta. Kebetulan ada
seseorang baik hati yang menyumbang puluhan kardus biskuit.
Seluruh murid sekolah kebagian. Bahkan mereka bisa pulang
2