Page 296 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 296

nyai. Di belakangnya ada sebuah perkampungan dari sebuah
               lorong waktu. Lampu­lampunya menyala sederhana.
                   Sebuah  joglo  panggung  yang  besar  di  pusat,  di  tempat
               paling tinggi. Dikelilingi kolam yang rautnya memantulkan api­
               api kecil. Di sekitarnya terdapat pondok­pondok, yang masing­
               masing  diputari  tatahan  kerakal  dan  batu  bata  sebagaimana
               rumah  Majapahit.  Atapnya  berpenghias  ukel  dan  kemuncak,
               dan sudut miringnya dibuat agar hujan khatulistiwa berselan­
               car cepat. Lihatlah, bulan telah menghilang dan hujan mulai tu­
               run sekarang. Butiran kristal pecah pada genting dan meluncur
               menjadi ulir­ulir air.
                     Jati  berteduh  di  salah  satu  pondok  tamu  yang  sedang
               kosong. Tak jauh dari sana, ada sebuah bilik yang lampunya
               menyala. Lampu pijar yang sedih. Ada yang sedang menempati
               pondok itu, meski bayangnya belum kelihatan. Jati menyandar­
               kan  punggung  pada  tembok,  mengamat­amati  jarum­jarum
               hujan keperakan. Tajam di langit. Retis di tanah.
                   Mestilah  Nyi  Manyar  telah  mempersilakan  badai.  Air
               datang bersama angin sekarang, dalam rupa bambu runcing. Di
               langit petir dilemparkan. Biasanya, tatkala cahaya pecah, ketika
               itulah  orang  bisa  melihat  sesuatu  yang  menyamar  di  antara
               pohon dan manusia. Malam ini sesungguhnya lapis­lapis hujan
               pun  menyembunyikan  sesuatu,  bagai  laut  menyembunyikan
               bangkai. Adalah angin yang mengembalikan jasad itu ke per­
               mukaan agar kau temui. Maka kali ini pun datanglah dia dari
               balik  tirai­tirai  air,  dengan  langkah  yang  lama  tenggelam
               sebab  tubuhnya  telah  hitam  dan  kalis.  Dia  yang  cedera,  se­
               hingga  terlalu  besar  sebagai  seorang  wanita.  Buah  dadanya
               menggantung busuk pepaya. Rautnya segala tulah. Ia datang
               dari  arah  pemakaman,  setelah  tadi  menabalkan  diri  dalam
               ruwatan  bumi.  Dan  barangkali  mulutnya  masih  menguarkan
               anyir mayat. Bau yang membuat mual perutmu. Hawa tubuh
               Durga dari Setragandamayit.


            2
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301