Page 295 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 295

yang  ditorehkan  ayahnya.  Yaitu,  bahwa  ia  diuji  secara  diam­
                 diam. Ia diuji tanpa sepengetahuan dirinya. Apa sesungguhnya
                 yang  membuat  seseorang,  atau  sesuatu,  boleh  menguji  kita
                 tanpa  sepengetahuan  kita.  Ujian  yang  adil  adalah  yang  dite­
                 rapkan dengan persetujuan yang diuji. Ujian yang diterapkan
                 tanpa sepengetahuan dan seizin yang diuji hanyalah penyeleng­
                 garaan  kekuasaan  sewenang­wenang.  Kezaliman.  Tapi,  bah­
                 kan di alam bawah sadarnya Jati tak berani mengajukan kata
                 itu—“kezaliman”—mengenai ayahnya. Ada rasa takut yang tak
                 terperi yang ia tak berani akui.
                     Ketika pertunjukan usai, ia pulang sendirian. Orang­orang
                 masih  membicarakan  hujan  yang  mengepung  namun  belum
                 menyerang.  Betari  Durga  menyamar  sebagai  bayangan  di
                 antara  pohon  dan  manusia.  Ki  Dalang  yang  menangkap  api.
                 Tak seorang pun membicarakan sang nyai pawang hujan. Jati
                 mengundurkan  diri  mendahului  yang  lain.  Lagi  pula  ia  tak
                 melihat ayahnya lagi di antara para tetua desa.

                     Jati  senang  berjalan  kaki  sendiri.  Ia  melangkah  pelan­
                 pelan, sebab kelaminnya masih berdenyut. Ia melewati gapura
                 yang  telah  ribuan  kali  ia  lalui.  Ia  berhenti  sebentar  untuk
                 meringankan  ngilu  di  selangkangan.  Dipandanginya  gapura
                 itu, yang sayup­sayup tempias cahaya bulan. Ia baru menyadari
                 bahwa gapura itu jauh lebih besar daripada gerbang desa pada
                 umumnya.  Terbuat  dari  batu  bata  merah  yang  tidak  dilabur,
                 lumut telah menyalut sisi­sisi lembabnya. Gapura itu tampak
                 sebuah  candi  purba.  Malam  itu  bulan  dan  susunan  bintang
                 membuka pintu bagi Jati ke sebuah wilayah yang tak ia kenal
                 betul. Sebuah negeri yang samar­samar ia tahu dari mimpi.
                     Sayup­sayup  ia  tahu  bahwa  gerbang  itu  menghantar  ke
                 sebuah  kompleks  tinggal  di  atas  bukit.  Ia  akan  melewati
                 terowongan yang terbentuk oleh rumpun bambu raksasa yang
                 merunduk  karena  beratnya.  Jalan  perlahan  mendaki.  Lalu
                 terbuka sebuah alun­alun, dengan sepasang beringin kiai dan


                                                                        2
   290   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300