Page 290 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 290

Suhubudi menatap putranya dalam­dalam. “Jati, aku sen­
               diri yang harus memotong buah zakarmu.”


                   Itulah detik ketika Nyi Manyar melihat jejaka kecil yang
               dulu  ia  temukan  di  mataair  itu  menggeletar.  Dari  kejauhan
               Nyi Manyar melihat anak itu berjalan ke tubir tebing hendak
               menjatuhkan  diri.  Lalu  akhirnya  pemuda  hijau  itu  kembali
               kepada ayahnya. Ayah yang membantu ia berbaring telentang
               pada batu besar seperti meja persembahan. Ayah yang meng­
               ikat tangan dan kaki anaknya terbentang. Ayah yang menge­
               luarkan sebilah pisau berkilau kilat. Angin berhembus.
                   Jati  memejamkan  kelopaknya.  Air  meluber  dari  sana,
               mengalir  ke  rambut­rambut  dan  menggenang  di  lembah  hi­
               dung serta pelupuk Dirasakannya tangan sang ayah menyentuh
               kelaminnya. Ia mengalami kasih sayang bercampur kengerian
               yang  sangat.  Ia  teringat  ketika  ia  masih  ngompol  dan  sang
               ayah menyuruh orang menangkapkan seekor capung di antara
               ilalang. Tertangkap capung merah. Ia terlentang, dipegangi dua
               orang. Lalu ayahnya menyorongkan serangga itu ke pusarnya.
               Capung  itu  segera  memasukkan  kepalanya  yang  bulat  besar
               ke  lekuk  pusar  dan  melakukan  sesuatu  yang  tak  diketahui
               yang membuat ia merasa tersengat. Ia tersengat. Dan sejak itu
               ia  tak  ngompol  lagi.  Kini  segala  sesuatu  kembali  berpusat  di
               kelaminnya. Segala sesuatu, yaitu kasih sayang dan kengerian.
               Kelembutan dan kekejaman memilin di sana. Ia merasa akan
               mati,  atau  akan  putus.  Lalu  sesuatu  meletup,  tumpah  dari
               dirinya.  Ke  tangan  ayahnya.  Ia  merasa  sangat  malu,  sangat
               takut, tapi juga sangat sedia, bagai seorang martir menghadapi
               algojonya.
                   Ada yang teriris.
                   Perih. Perih melingkar. Lalu dingin.
                   Selesaikah.
                   Ayah memeluk dia dengan bangga. Air matanya menetes.


            2 0
   285   286   287   288   289   290   291   292   293   294   295