Page 285 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 285

Suhubudi kembali mengangkat tangan Jati ke dekat wajah
                 mereka.
                     “Bilangan,  Nak.  Seluruh  dunia  sekarang  menggunakan
                 bilangan berbasis sepuluh. Yang dikenal sebagai desimal. Tapi
                 lihatlah, jarimu berjumlah duabelas. Itu bukan tak bermakna.”
                     Parang  Jati  menggigit  bibir,  menatapi  jari­jarinya  yang
                 abnormal. “Apa artinya, Rama?”
                     “Bagiku, itu adalah pesan agar aku merenungkan angka 12.
                 Kamu adalah tanda agar aku menghayati angka 12, Nak.”
                     Parang Jati menatap ayah angkatnya, mencoba mengerti.
                     “Ada  di  dunia  ini,  Nak,  perhitungan  yang  berbasis  12.
                 Bukan desimal, melainkan berbasis 12. Karena itu, kita menge­
                 nal kata lusin. Selusin, artinya 12. Kita membagi hari ke dalam
                 12 jam. Malam ke dalam 12 jam. Kita membagi tahun ke dalam
                 12 bulan. Tapi, perhitungan demikian telah punah dari muka
                 bumi ini. Kita hanya melihat jejak­jejaknya, seperti fosil. Dan
                 kamu,  Nak,  adalah  tanda  bahwa  aku  harus  memikirkannya
                 kembali.”


                     Manakah  yang  lebih  purba,  bilangan  berbasis  10  atau
                 berbasis 12?
                     Sepuluh dan selusin berbeda umur seperti Kain dan Habil.
                 Inilah yang diceritakan sebuah Alkitab: Kain menjadi petani,
                 Habil  menjadi  penggembala.  Keduanya  adalah  putra­putra
                 Adam dan Hawa. Kain mengerjakan ladang gandum dan biji­
                 bijian.  Habil  menggembalakan  kambing  dan  domba.  Tiba
                 waktunya mereka memanen. Ladang berbulir. Ternak beranak.
                 Mereka  membuat  mezbah  dan  menaruh  persembahan  dari
                 hasil  yang  mereka  dapatkan.  Tuhan  menerima  persembahan
                 dari Habil, yaitu daging anak domba sulung dan lemak­lemak­
                 nya.  Tapi  Tuhan  menolak  persembahan  Kain,  yang  bahkan
                 tak  penting  untuk  digambarkan  bagi  sang  pujangga  penulis
                 kisah. Kain kecewa. Tapi kekecewaannya pada Tuhan yang tak


                                                                        2
   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290