Page 284 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 284
burung siung itu hinggap di bahuku, aku tahu padaku dititip
kan bayi, bagai Siung Wanara dititipkan pada Ki Buyut, si
pemancing ikan. Akulah Ki Buyut. Kamulah sang bayi. Bayi itu
mempunyai tugas di muka bumi ini. Dan aku, Ki Buyut, harus
membaca tandatanda mengenai apa tugas yang akan diemban
di pundaknya. Ya, Nak, membaca tandatanda. Sebab Sang
Hyang Wisesa dan dunia halus berbicara kepada kita melalui
tandatanda. Tanda pertama itu ada pada jemarimu, anakku.
“Ketahuilah, Nak, pada mulanya ada pelbagai bilangan
di dunia ini. Seperti ada pelbagai kalender di muka bumi.
Dahulu kala, orang Jawa menggunakan sekaligus beberapa
siklus pekan, yang terdiri dua hari, tiga hari, lima hari, enam
hari, tujuh hari, dan lebih. Sekarang, sebagian itu sudah hilang.
Meski demikian, kita kini masih menggunakan dua macam
siklus pekan. Yaitu, yang terdiri dari tujuh hari, yang kita tahu
dari Senin sampai Minggu. Serta, yang terdiri dari lima hari,
yang disebut pekan Pasaran, yaitu dari Legi hingga Kliwon.
“Menurut perhitunganku, Nak, kamu lahir di hari terakhir
bulan terakhir Pranata Mangsa. Yaitu, bulan Kasadha atau
Sadha atau keduabelas. Wetonmu Sabtu Legi. Tanggalnya,
11 Jumadil Akhir 1907 tahun Jawa atau 1395 Hijriah, atau 21
Juni 1975 Masehi. Tahun itu adalah tahun Alip atau tahun
pertama dalam windu Kuntara. Dan wukumu adalah wuku
Madhangkungan.
“Demikianlah, Nak. Bahkan hanya perihal hari lahirmu
saja, kita sudah bertemu dengan pelbagai perhitungan. Ada
pekan yang terdiri dari 5 hari. Ada yang 7 hari. Ada bulan yang
terdiri dari 29, 30, 31 hari. Di luar hari, bulan, dan tahun, orang
Jawa juga mengenal siklus wuku dan windu. Satu wuku terdiri
dari 210 hari. Satu windu terdiri dari delapan tahun. Begitu
juga ada tak hanya satu sistem bilangan di muka bumi ini. Pada
setiap hal sederhana, sesungguhnya ada kompleksitas.”
2