Page 288 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 288

seolah  bercerita  tentang  kepurbaan.  Suatu  kepurbaan  yang
               dilupakan orang, sebab Sepuluh menjadi satu­satunya bahasa
               yang dipakai di seluruh penjuru bumi.
                   “Antara Duabelas dan Sepuluh adalah seperti antara Kain
               dan Habil. Seperti antara pekerjaan bertani dan menggembala.
               Seperti antara pemakan tumbuhan dan pemakan daging. Tak
               ada sistem yang lebih mulia daripada yang lain. Tapi, manakala
               yang  satu  telah  merajalela  meniadakan  yang  lain,  kita  perlu
               menggali kembali yang hilang itu. Kita harus menemuinya dan
               menanyakan kepadanya hal­hal yang ia ketahui dan tidak kita
               ketahui lagi.
                   “Kamu bersedia melakukannya, Nak?”
                   Parang Jati tidak mengerti dengan pikirannya. Tapi samar­
               samar ia mengerti dengan hatinya. Ia mengangguk pelan.
                   Tapi mata Suhubudi yang bergairah meredup kembali.


                     “Semalam  aku  mendapat  wangsit,  Jati,”  ujar  Suhubudi
               dengan mata tua yang gundah.
                   Mereka  duduk  pada  batu  lebar  bagai  meja  makan  para
               raksasa.
                   Jati merasa ada buah maja yang pahit yang harus ia telan.
               “Rama biasa menerima bisikan… Ada apa, Rama?”
                   “Dalam mimpiku, kamu hanya bisa mengemban tugas itu
               jika kamu menjadi seperti Bisma.” Suhubudi diam sebentar.
               “Ya, Nak. Hanya jika kamu menjadi wadat sebagaimana Bisma.”
                   Ayahnya kerap berkisah, mengenai seorang putra mahkota
               di  negeri  wayang  purwa.  Sang  pangeran  kehilangan  ibunda
               ketika  bayi,  dan  ayahnya  berniat  untuk  tidak  menikah  lagi.
               Namun,  pada  suatu  hari  hutan,  sang  raja  bertemu  juga  de­
               ngan  seorang  betina.  Ratu  segala  merak  itu  membangkitkan
               kamanya,  tapi  hanya  mau  menikah  jika  dari  rahimnya  lahir
               putra mahkota. Sang raja menjadi masygul, sebab ia teringat
               Bisma, jejakanya yang pewaris takhta. Bisma, anak itu, telah


            2
   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293