Page 287 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 287

bumi. Musim berganti. Panas panjang. Daun­daun berguguran.
                 Salju  turun.  Setelah  itu,  bulir­bulir  berbuah  kembali  untuk
                 mereka  tuai.  Hewan­hewan  berlarian  kembali  untuk  mereka
                 buru. Itu terjadi lagi setelah duabelas kali purnama sidi.
                     Maka, manusia purba yang belajar dari alam itu memilih
                 12  sebagai  dasar  bilangan.  Sebutlah,  dia  bernama  Kain,  si
                 petani peladang. Dia, yang tahu bahwa musim tanam kembali
                 setelah 12 purnama.
                     Tapi manusia purba yang lain bernama Habil. Dia meng­
                 gembalakan ternak. Domba dan kambing bisa beranak dua kali
                 dalam  12  bulan.  Maka,  12  baginya  bukanlah  bilangan  dasar.
                 Sebaliknya,  ia  menggunakan  jari­jarinya  untuk  menghitung
                 pertumbuhan ternaknya. Dan, sebagai peternak, ia tahu betul
                 betapa  istimewa,  betapa  berbeda  jemarinya  dari  jari­jari  bi­
                 natang. Kambing berkuku belah. Tapi jari­jari manusia sendiri
                 berjumlah 10. Lima di kanan lima di kiri. Betapa indah. Maka
                 10  adalah  dasar  hitungan  baginya.  Dialah  Habil,  yang  tahu
                 bahwa jari 10­nya bukanlah kebetulan.
                     Bilangan berbasis 10 adalah milik kaum antroposentris.
                     Bilangan berbasis 12 adalah milik para kosmosentris.


                     “Jarimu  duabelas,  Parang  Jati.  Itu  bukanlah  kebetulan.”
                 Mata Suhubudi menyorot dalam­dalam kepada putra angkat­
                 nya.
                     “Parang Jati, ada yang purba di dunia ini yang dilupakan
                 orang.  Seperti  bilangan  berbasis  duabelas.  Tugasmu,  Nak,
                 adalah memeliharanya, yang purba itu. Menemukannya kem­
                 bali jika ia hilang dan mencintainya.”
                     Parang Jati mengangguk, meski ia belum mengerti benar
                 apa yang dikatakan ayahnya.
                     “Tugasku  adalah  memusatkan  pikiran  tentangnya.  Sejak
                 aku  mendapatkan  kamu  hingga  sekarang,  sudah  duabelas
                 tahun  ini,  itu  yang  kupikirkan.  Duabelas  datang  kepadaku


                                                                        2
   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292