Page 294 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 294

Angin kencang menerpa lagi, meremangkan pori di kulit
               Jati yang demam. Hembusan lebih deru ketimbang tadi. Orang­
               orang bergidik. Ki Dalang menangkap api yang nyaris terbang.
               Satu kilat menyambar di balik bukit­bukit gamping. Dua kilat.
               Tiga.  Tidak.  Kilat­kilat  bersesambar  saling  menghunjam.  Di
                 balik sana, laut telah badai. Laut Selatan. Orang­orang menggu­
               mam tegang. Jati berada di antara mereka. Ia menoleh ke bebe­
               rapa penjuru, mencari sang nyai pawang hujan—dia, yang me­
               miliki peran tapi tak pernah memiliki panggung. Ditemukannya
               perempuan itu sedang duduk di sebuah jurusan, duduk tenang
               sambil menghisap klobotnya. Jati senantiasa mengagumi Nyi
               Manyar, yang selalu merokok ketika ruhnya memanggul awan.
               Hujan telah mengelilingi desa, tetapi berhenti di balik bukit­
               bukit, seperti menunggu aba­aba sang nyai untuk menyerbu.
                   Ki Dalang melanjutkan cerita. Tentang dewa utama yang
               akhirnya meruwat Betari Durga. Mengembalikan raksasi itu ke
               bentuk semula. Dewa itu tidak pria tidak wanita, tidak berdiri
               tidak duduk, tidak bangun tidak tidur, melainkan berada di
               setiap tempat. Dewa itu adalah Semar.
                   Jati  termenung.  Ia  tidak  tertarik  bagian  itu.  Ia  lebih
               tersentuh  oleh  kisah  Uma  menjelma  Durga.  Dalam  dirinya
               ada  rasa  keadilan  yang  terganggu.  Mengapa  Uma  dihukum
               padahal ia mengorbankan sesuatu demi menemui kekasih hati­
               nya? Mengapa penyerahan dirinya kepada tukang sampan tak
               bisa  dianggap  pengorbanan?  Dewi  Uma  membiarkan  sudra
               yang cabul itu menyetubuhi dia. Tentulah bukan kenikmatan,
               melainkan  penderitaan,  yang  ia  rasakan.  Tapi  Betara  Guru
               memilih tubuh ketimbang hati istrinya. Ia tak mau menerima
               tubuh  yang  telah  disudrai  meskipun  hati  sang  dewi  brahmi
               baginya. Istri bagi Sang Betara semata tubuh, bukan jiwa. Dan
               itu  ia  buktikan  melalui  sebuah  ujian  yang  diterapkan  tanpa
               sepengetahuan yang diuji.
                   Jati tercenung. Sebab, sesungguhnya ia terluka oleh cerita
               Durga karena diam­diam ada cedera pada dirinya oleh sesuatu


            2
   289   290   291   292   293   294   295   296   297   298   299