Page 298 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 298
ditumbuhi kutil di sanasini. Juga, perempuan yang kulitnya
dipenuhi gelembung. Lelaki bersisik. Pemuda berkulit belang.
Tiga manusia dewasa setinggi paha. Mereka semua dipersatu
kan oleh mata duka dan bau anyir yang menyedihkan. Mata
hewanhewan yang dikalahkan. Bau binatang dihinakan.
Parang Jati melihat sebaris makhluk yang dirampas dari
kerajaan gelap. Mereka, yang tak memiliki mata untuk menatap
terang, kini didadahkan kepada cahaya fajar. Untuk pertama
kali dalam hidup, Jati merasa gentar untuk menatap mata
orang. Ia menunduk.
Ayahnya mengangkat dagunya kembali dengan tangannya
yang halus penuh kekuasaan. Ayahnya memaksa ia melihat.
Seolaholah ia berkata, lihatlah kenyataan dunia. Kenapa eng
kau menundukkan kepala, anakku? Lihatlah, dunia ini juga
melahirkan mereka. Makhlukmakhluk buruk rupa, meski
engkau tak berani mengatakannya. Buruk rupa. Dan engkau
hendak memalingkan wajahmu?
Di permukaan, suara sang ayah ramah namun tegas.
“Perkenalkan, Jati. Ini temantemanmu. Mereka akan menjadi
temantemanmu. Mulai sekarang ini.”
Leher anak itu menegang dan kepalanya sedikit bergetar.
Suhubudi memperkenalkan mereka satu per satu dalam
julukan yang ia berikan. Raksasa dan Raksasi atau Gendruwo
dan Gendruwi. Manusia Gajah. Manusia Badak. Manusia Ge
lembung. Manusia Pohon. Manusia Kadal. Manusia Macan
Jadian. Dan keluarga tetuyul: bapak, ibu, dan anak tuyul.
Suhubudi mengulangi kalimat yang mengerikan itu: “Mu
lai sekarang, kamu akan menjadi bagian dari mereka.”
Itulah hari ketika Suhubudi mendirikan sirkus manusia
cacat. Saduki Klan.
*
2