Page 303 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 303

Gaya Marja membaca sungguh membuat kami terganggu
                 dengan cara yang menyenangkan.
                     “Siapa bilang kita bukan kutu,” celetuk Parang Jati. “Kita
                 ini kutu bumi. Kutu yang kekurangan predator…”
                     Marja tak peduli dan terus membaca.
                     “Lebah madu memiliki reproduksi seksual maupun asek­
                 sual. Hey, perhatiin nih! Telur yang TIDAK dibuahi akan meng­
                 hasilkan JANTAN, dan telur yang DIBUAHI akan menghasil­
                 kan BETINA.” Marja tertawa penuh kemenangan. “Tuh, benar
                 kan!  Perempuan  itu  lebih  komplit  daripada  laki­laki!  Kalau
                 menurut  teori  lebah,  aku  ini  pasti  hasil  dari  hubungan  seks
                 ayah ibu. Kalian berdua belum tentu. Ya kan? Sebab, telur yang
                 tidak dibuahi hasilnya jantan.”
                     “Hmm.  Mungkin  sekali,”  sahut  Parang  Jati.  “Mungkin
                 sekali ibu saya sama sekali tidak dibuahi oleh laki­laki, seperti
                 pada  lebah  madu  itu.  Jadinya  ya  saya  ini.”  Ia  tertawa  datar.
                 “Kalian tahu, saya tidak tahu siapa ayah saya. Saya juga ragu
                 siapa ibu saya.”
                     Aku merasa sahabatku tidak sedang becanda. Tapi Marja
                 menganggap itu lelucon. Ia tidak sedekat aku kepada Parang
                 Jati rupanya. Ia menjerit lagi.
                     “Kamu pasti diantar ke depan pintu sama burung bangau
                 pakai keranjang! Ya kan?”
                     “Lebih  mirip,  saya  diantar  oleh  jin  buang  anak  pakai
                 keranjang pandan.”
                     Aku  menganggap  itu  separuh  lelucon.  Marja  mengang­
                 gapnya  sepenuhnya  lelucon,  sampai  Parang  Jati  bercerita
                 tentang  kehadirannya  di  padepokan  Suhubudi,  tokoh  yang
                 baru kutahu ternyata tak punya hubungan darah sama sekali
                 dengan dia. Tawa lucu Marja berubah menjadi wajah menyesal
                 dan iba yang tolol manis. Tak jelas apakah dia mau memberi
                 atau meminta belas kasih. Parang Jati sama sekali tak marah,




                                                                        2 3
   298   299   300   301   302   303   304   305   306   307   308