Page 305 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 305

suara. Ia tak hanya bisu, ia tak punya suara. Dengan demikian,
                 sempurnalah,  Suhubudi  mengkoleksi  selusin  manusia  cacat.
                 Tidak.  Bukan  selusin,  melainkan  selusin  plus  satu.  Sebelas
                 yang cacat berperawakan buruk. Yang dua cantik dan rupawan.
                 Tapi  semuanya  adalah  tigabelas  manusia  cacat.  Mengapa  13,
                 angka  sial  itu?  Parang  Jati  berkata  bahwa  ayah  angkatnya
                 sangat terobsesi dengan duabelas. Yaitu jumlah jemari kedua
                 tangannya. Dan tigabelas adalah suwung penutup siklus yang
                 terdiri dari duabelas. Tigabelas adalah kosong di mana sesuatu
                 menjadi satu kembali. Suhubudi menamainya “hu”.
                     Nyaris aku menginjak rem tiba­tiba. Aku ingin bertanya,
                 apakah hu ataukah fu?
                     Tapi  Marja  ada  di  sebelahku.  Aku  tak  pernah  bercerita
                 apapun  tentang  impian­impian  ganjilku  kepadanya.  Aku  tak
                 berani mengungkapkan mimpi­mimpi basahku dengan manu­
                 sia­serigala­jantan­betina. Betapapun liar fantasi gadisku, aku
                 tak yakin ia bisa menerima itu. Aku diam, menahan diriku.
                     Di inti padepokan, Suhubudi menghargai anak dan istrinya
                 dengan  perbuatan­perbuatan  ekstrim.  Demikian  rumusanku,
                 bukan  kata­kata  Parang  Jati.  Dan  semua  itu  bermula  ketika
                 Parang  Jati  berumur  duabelas  tahun.  Bagaikan  inisiasi  masa
                 akil  balig,  lelaki  itu  mengkhitan  putranya  dengan  permainan
                 drama yang menakutkan. Mestilah Parang Jati merasa seperti
                 hendak  dipersembahkan  sebagai  kurban.  Ayahnya  mengaku
                 mendapat wangsit untuk mengebiri putranya sendiri, sekadar
                 untuk menguji apakah sang putra taat kepadanya.
                     Tak  lama  setelah  itu  ia  mengambil  istri.  Dayang  Sumbi
                 yang  tak  bersuara  ini  dinikahinya  secara  resmi.  Tapi  perem­
                 puan itu tidak bisa dibilang pendamping hidup. Ke mana­mana
                 Suhubudi  selalu  sendiri.  Istrinya  itu  juga  tidak  memiliki  ke­
                 kuasaan atas urusan rumah tangga dan padepokan, yang telah
                 dikelola oleh sejenis patih profesional kepercayaan Suhubudi.
                 Dayang Sumbi lebih menyerupai selir yang disimpan di rumah,


                                                                        2
   300   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310