Page 306 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 306
jika tidak sedang ditampilkan—bersama putranya—dalam sir
kus manusia aneh.
Meski demikian, tak bisa dibilang bahwa Dayang Sumbi
tidak disayang. Seperti Parang Jati, segala kebutuhannya dicu
kupi dengan bijaksana. Lebih dari itu, seperti kurumuskan,
Suhubudi mencintai keduanya dengan penghargaanpenghar
gaan ekstrim. Penghargaan yang membuat keduanya merasa
istimewa secara spiritual bagi dunia. Setelah ia mengkhitan
Parang Jati dan menikahi Dayang Sumbi, dipanggilnya seluruh
orangnya menghadap sitinggil istananya. Lalu ia bersabda.
Demikianlah sabdanya.
Sejak hari itu ia menerapkan sebuah pembagian wilayah
di istananya. Pusat wilayah, yaitu bangunan joglo besar yang
dikelilingi rumahrumah Majapahitan, akan menjadi jeron
padepokan Suhubudi. Yakni wilayah jero atau dalam, di mana
ada syaratsyarat khusus untuk berada. Dan syaratsyarat itu
adalah sangat ganjil. Kehadiran dua kekasih hatinya, Parang
Jati dan Dayang Sumbi, dalam hidupnya bagi Suhubudi tak
mungkin kebetulan belaka. Tak mungkin bukan merupakan
tanda-tanda. Wujud tanda itu adalah cacat fisik mereka: dua-
belas jari Parang Jati dan kebisuan Dayang Sumbi. Duabelas
dan kebisuan. Bagi Suhubudi itu adalah bilangan berbasis 12
dan kesunyian. Ya, bilangan berbasis 12 dan sebuah bilangan
sunyi. Maka, di wilayah jeron negerinya, sejak hari itu orang
tak boleh lagi bersuara dan berkatakata. Biarlah semua orang
yang berada di sana menjadi sama seperti Dayang Sumbi: tak
memiliki pita suara. Orang hanya boleh berkomunikasi dengan
tulisan.
Sebab suara manusia, Nak, telah menjadi begitu artifisial
dan congkak.
Kemudian Suhubudi menciptakan sistem bilangan khusus.
Sistem bilangan yang berbasis duabelas. Ia modifikasi sendiri
berdasarkan bahasa Jawa, barangkali dengan wangsitwangsit
2