Page 385 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 385
sebelum menyebarkan agama baru kami: sacred climbing.
Sambil menempel pada dinding tebing, ia menjabarkan renca
na yang ia telah lontarkan dalam diskusi kemarin. Kini ia ingin
lebih menguraikannya. Kami telah di ketinggian limapuluh
meter. Jarak membuat kami bicara berseruseru. Dia telah
hampir selalu di atas sekarang, menjadi pemimpin, berkat jari
jarinya yang lebih banyak secara sempurna daripadaku.
“Saya punya ide, Yuda! Tolong ingatingat juga, ya! Kalau
kalau nanti malam saya ada yang kelupaan!”
“Hoiii! Tapi jangan main dinodinoan. Kalau jatuh, ban
tingannya gawat. Pengaman di sini tipis bangeet…!”
“Ada tiga cara dalam strategi budaya yang bisa diambil…!”
“Siaap! Ada tiga cara dalam strategi budaya yang bisa
diambiiil!” aku mengulangi. Demikian dalam militer. Semua
perintah harus diulangi dengan persis, agar tidak terjadi mele
set di tengah jalan. Lihat, meskipun mengenai budaya, ada
caracara militer yang perlu diikuti. Aku tahu Parang Jati tidak
suka segala yang militeristis. Tapi, pengalamanku latihan
bersama mereka memberi aku pelajaran bahwa instrumen
haruslah presisi. Seorang perwira menafsir keadaan. Tapi
seorang prajurit membawa kode yang presisi. Prajurit tak boleh
menafsir. Demikian kodrat prajurit. Kodrat demikian adalah
satria dan terhormat. Dalam konteks ini, aku menempatkan
Parang Jati sebagai komandan. Diriku sendiri prajurit.
Tiga cara itu adalah menggunakan 1) medium ilmiah, 2)
seni, dan 3) kepercayaan lokal untuk berunding.
1) Bayangkanlah artefak apa saja yang bisa ditemukan
di goagoa Sewugunung ini. Jika ilmuwan Australia itu be
gitu bersemangat, mengapa tidak kita. Wilayah karst ini pe
nuh dengan materi bagi penyelidikan ilmiah. Lepas dari kita
setuju atau tidak pada pendapat mengenai buktibukti evo
lusi multispesies, perdebatan ilmiah itu akan menjadi dasar
3