Page 440 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 440

Dan Parang Jati masih mematung.
                   Aku tahu pada masing­masing kami telah ada embun yang
               membasahi kain.
                   Rasa itu, momen itu, memperpanjang diri. Bagai sepuluh
               menit lamanya. Matahari tenggelam. Ungu, jingga, menjadi hi­
               tam. Kelelawar terakhir telah meninggalkan goa. Embun telah
               mencair.


                   Tiba­tiba  di  kejauhan  terdengar  kentongan  bertalu­talu.
               Dari arah desa. Dari arah laut. Gaungnya yang teguh mendiri­
               kan bulu roma. Aku tidak pernah mendengar ini sebelumnya,
               gelombang  bunyi  yang  membangkitkan  ingatan­ingatan  dari
               kehidupan sebelum sekarang. Sebuah tanda bahaya.
                   “Gejog,” bisik Parang Jati. Nadanya tegang.
                   Samudra  menggelegak.  Maka  orang­orang  yang  pertama
               melihatnya akan memukul kentongan. Dan orang­orang yang
               mendengarnya  akan  menabuh  kentongan  juga.  Dan  orang­
               orang  berikutnya  juga  membunyikan  kentongan,  dan  sete­
               rusnya, sampai ke tengah daratan. Sebab itulah tanda bahwa
               Sang  Ratu  Kidul  muncul  dari  dasar  laut.  Kanjeng  Ratu  dan
               bala  tentaranya—segala  jenis  makhluk  halus—mengadakan
               perjalanan menuju gunung Merapi.
                   Maka  terbangkitkanlah  memori  purba.  Ingatan  pada  se­
               buah kawanan yang berziarah menuju tanah­tanah perjanjian.
               Hewan­hewan  yang  mencari  tanah  kelahiran,  tempat  yang
               bermataair,  sebab  pada  musimnya  di  sana  makhluk  harus
               bersemi.  Makhluk­makhluk  masyarakat  yang  purba.  Siapa
               yang  pertama  mengendus  bau  mataair,  dia  akan  memberi
               tanda.  Yang  membaca  tanda  itu  harus  mengulangi  tanda.
               Dan  seterusnya.  Siapa  yang  pertama  melihat  bahaya  harus
               berteriak.  Yang  mendengar  teriakan  itu  harus  berteriak  lagi.
               Demikian seterusnya.
                   Kentongan. Tanda purba.


             30
   435   436   437   438   439   440   441   442   443   444   445