Page 435 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 435

Aku menatap ke dalam mata bidadarinya. Cahaya miring
                 yang tembus ke ruangan memperjelas liang hitam di tengah­
                 nya,  seperti  luweng  di  dasar  telaga  gelap  dalam  sebuah  goa.
                 Apa yang ada di sana selalu merupakan misteri. Dan dalam ke­
                 tidaktetapannya, ia sendiri mengenali, ada yang mengintai.
                     Mengakui,  kawan,  bukanlah  hal  yang  mudah.  Mengakui
                 dosa asal itu.
                     Operasi  rahasia  militer  bukanlah  misteri.  Sebab,  satu­
                 satunya  alasan  kita  tak  bisa  menangkap  pelakunya  adalah
                 kekuasaan.
                     “Berhati­hatilah  dengan  ragi  militer.  Kita  tahu  dosa  asal
                 dalam diri mereka.”
                     Aku menelan ludah. Bagaimana mungkin aku harus tidak
                 percaya pada Karna dan Kumbakarna. Ia seperti tahu bahwa
                 aku telah melibatkan kedua satria itu terlanjur jauh.
                     Ia membiarkan aku merenung sebentar. Lalu melanjutkan
                 dengan suara dingin:
                     “Gelombang  pembunuhan  ninja  itu  bergerak.  Dari  Jawa
                 Timur menuju Tengah.”
                     Aku  mengalami  rasa  enggan  percaya  yang  menakutkan.
                 Ia seperti berbicara dengan peta di belakang kepalanya. Dan
                 dengan jari keenamnya ia menunjukkan pergeseran itu, perla­
                 han­lahan,  dari  ujung  timur  Pulau  Jawa,  mendekati  tengah.
                 Bayangan  gelap  menerpa  wilayah­wilayah  yang  dilewatinya,
                 dilewati  bala  tentara  kelelawar  pembunuh.  Pasukan  siluman
                 vampir.  Jari  hu  berhenti  di  sebuah  titik  dalam  peta.  Sewu­
                 gunung.
                     “Sudah tiga bulan Pak Penghulu tidur di padepokan ayah­
                 ku,” ujarnya.
                     Sudah tiga bulan Penghulu Semar tidak berani berada di
                 rumah  pada  malam  hari.  Bahkan  ia  tak  lagi  pergi  ke  mesjid
                 untuk mengaji sehabis maghrib.
                     “Masihkah kamu tidak percaya bahwa teror itu ada?”


                                                                         2
   430   431   432   433   434   435   436   437   438   439   440