Page 431 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 431
“Bahwa kata itu—dukun santet—hidup untuk menerang
kan peristiwa ini,” ujar Parang Jati kala berdua denganku, “me
nunjukkan bahwa ada strategi informasi yang bermain di sini.
Ada disinformasi. Yaitu, informasi salah, atau informasi kacau,
yang sengaja disebarkan.”
Aku mengerutkan kening.
“Tapi, disebarkan oleh siapa?” Sekarang aku merasa perta
nyaanku terlalu takpernahbacanoveldetektif.
“Biasanya oleh agen rahasia. Atau badan intelijen militer,”
sahut Parang Jati. “Disinformasi adalah perkara biasa dalam
perang psikologi. Biasa bagi strategi militer, tentu saja. Tidak
biasa bagi korbannya.”
Kala itu aku tak percaya. Demi mendengarnya pertama
kali, aku merasa ia dramatis. Kini, aku tak mau mengulangi
apa yang diterangkan Parang Jati kepadaku. Ketika itu, Parang
Jati menunjukkan majalah Time yang terbit tiga tahun sebe
lumnya. Dalam riset klipingku untuk menuliskan kembali
kisah ini, kudapatkan artikel yang dulu ia perlihatkan. Dan jika
sekarang kita membacanya lagi, kita harus faham bahwa masa
itu pers Indonesia belum merdeka penuh. Tepatnya, belum
siap untuk merdeka penuh. Berita ini bertanggal terbitan 23
November 1998, setengah tahun saja setelah Sang Jenderal
lengser keprabon. Ketika korankoran Indonesia masih gugup
dengan kemerdekaan yang mereka miliki, majalah asing Time
melaporkan peristiwa pembunuhan tersebut secara paling utuh.
Setidaknya, paling bisa memberi gambaran kepada angkatan
sekarang yang barangkali lupa pada apa yang pernah terjadi.
Aku agak kurang setuju dengan judulnya (karena itu judul ini
tak kuterjemahkan):
21