Page 428 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 428
pakai cincin palsu, kamu mengulangi ceritacerita yang aku
sudah dengar berkalikali…”
Tapi, penjelasanku hanya menambah dua kesalahanku
yang membikin Marja makin merengut. Pertama, aku diang
gapnya melempar balik kesalahan padanya. Dua, menurut
dia aku mengejeknya karena mengulangulang cerita. Itulah
dua dosa tambahan selain menyinggung perasaan orangtua,
para tuan dan nyonya rumah. Gadisku mudah marah jika
ada yang menyakiti hati orang lain tanpa guna yang positif.
Inilah sisi lain kelembutan hatinya. Ia sangat tak suka melukai
segala makhluk. Bagi Marja, aku telah menodai keseriusan
percakapan, dan dengan demikian menyakiti orangorang yang
sedang serius. Dan aku melakukannya tanpa tujuan baik sama
sekali.
“Aku tidak melakukan apaapa, Marja. Dan aku tidak
punya tujuan apaapa.”
“Kamu menertawakan perkara yang sangat serius!”
Marjaku tidak percaya bahwa aku tertawa sendiri dan
bukan menertawakan mereka. Padahal apa yang tadi sedang
mereka bicarakan, aku sungguh tidak tahu sama sekali. Aku
sungguh tidak mendengar apaapa. Masalah serius tersebut.
Begitulah perempuan. Daripada menyelesaikan segala se
suatu secara terbuka, mereka lebih suka mengambil keputusan
sendiri, diamdiam. Bukan, bukan maksudku meremehkan
perempuan. Baik. Baiklah. Daripada aku kena marah dua kali,
oleh perempuan yang kukenal ini dan perempuanperempuan
lain yang tidak kukenal. Begini. Lelaki suka menyelesaikan
sesuatu secara terbuka, dan itu artinya melalui perkelahian.
Ini cara buruk yang maskulin. Cara buruk yang feminin adalah
memendamnya: mengambil kesimpulan sendiri dan meng
hukum sendiri. Seperti yang dilakukan Marja kepadaku. Hari
itu ia tak mau bicara lagi kepadaku.
1