Page 424 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 424

Aku  menulis  ini  tak  hendak  menunda­nunda  teka­teki.
               Aku tak hendak memanjang­manjangkan rahasia jika ia hanya
               berupa teka­teki.
                   Esok sorenya Parang Jati telah kembali. Ia menunjukkan
               batu kecubung itu. Aku dan Marja tercengang­cengang melihat
               perubahannya.  Merah  delima  yang  kemarin  cair  kini  telah
               menjadi  pekat.  Batu  itu  menjadi  tua  seribu  tahun  dalam
               semalam!
                   Tukang tenung atau nabikah dia sehingga bisa membikin
               mukjizat?
                   Aku  sesungguhnya  ingin  membiarkan  rahasia  ini  lebih
               lama. Aku senang menemukan jawaban demi jawaban datang
               perlahan.
                   Tapi Marja tidak tahan. Maka, mulailah ia mengeluarkan
               alat  penyiksanya.  Mesin­mesin  jemari  serupa  pencabut  kuku
               dan segala penjepit organ tubuh. Aku menyaksikan interogasi
               yang kejam itu. Tubuh Parang Jati yang mengejang. Pinggulnya
               yang  menggeliat.  Kakinya  yang  terbuka  dan  menggelepar.
               Matanya yang terbalik. Suara­suara mengerangnya.
                   Akhirnya tawanan yang malang itu mengaku.
                   Bodoh sekali bahwa kalian tidak tahu!—katanya terengah­
               engah, seperti setiap kali Marja habis menyiksanya. Segala batu
               bisa dijadikan tua dengan radiasi (seperti manusia juga menua
               karena  radiasi,  tolol!).  Ia  membuka  rahasianya.  Ia  memiliki
               teman.  Salah  satu  anggota  tim  peneliti  juga.  Teman  inilah
               yang  bekerja  di  sebuah  institusi  yang  memiliki  laboratorium
               nuklir. Dengan tembakan neutron atau sekadar sinar gamma,
               kecubung muda itu pun menjadi purba. Simsalabim!
                   Aku dan Marja memandangi kecubung pengasihan itu dan
               menakjubi teknologi.
                   “Tapi, jangan terlalu senang,” kata Parang Jati, seperti ia
               suka membuyarkan ketakjuban kami berdua. “Ada yang tak bi­
               sa dicapai oleh proses yang dimampatkan. Yaitu: kematangan.


             1
   419   420   421   422   423   424   425   426   427   428   429