Page 439 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 439
Tapi gadisku tidak berpikir ke sana.
“Kalau takutnya sama Tuhan, gimana dong?” Marja ber
golergoler, menikmati ujiannya terhadap Parang Jati.
“Hmm. Itu bagus,” gumam Parang Jati dengan cara yang
menunjukkan bahwa ia sedang susahpayah menggembungkan
kasur karena Marja berada di atasnya. “Persoalannya, bagai
mana kita tahu mana yang mewakili Tuhan.”
Aku nimbrung.
“Usulku sih, jangan takut sama Tuhan. Takutlah pada
hantu. Soalnya, Tuhan kan tidak bermaksud menakutnakuti
orang. Hantu itu satusatunya maksudnya memang menakut
nakuti orang.”
Marja kini menatapku dengan senyumnya yang kanak
kanak. Tapi nakal tubuhnya meruapkan kegemasan ke segala
penjuru. Tubuhnya ingin bergulat, seumpama tanduk rusa
muda ingin dilatih. Parang Jati berhenti memompa. Ia berdiri
kacak pinggang, seperti tak tahu apa yang harus dilakukan.
Meminta Marja dengan baikbaik dan tidak akan berhasil.
Atau menerkam dan bergelut dengannya. Sampai singa betina
kecil itu puas bahwa telah ditaklukkan. Itu yang diinginkan
kebinalannya bukan? Parang Jati menoleh padaku, seperti
berkata: tolong bereskan kucing besarmu itu. Tapi, di mata
bidadarikehilanganakal itu aku lihat zat asam telah berhasil
memurubkan birahi.
Aku. Tibatiba yang kuinginkan adalah meringkus anak
nakal itu di sana, membentangkannya, dan membiarkan Pa
rang Jati memuaskan gemasnya ke tubuh kucing liar yang akan
mencakarcakar punggungnya hingga berdarah.
Pada detik aku seharusnya melakukannya, aku tidak me
lakukannya. Aku takut kehilangan sesuatu. Jika itu terjadi,
akankah hubungan kami tetap sama lagi?
Momen pertama telah dilewatkan.
Tapi Marja masih berbaring memasang di sana.
2