Page 446 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 446

yang  salah  dalam  sikapnya  terhadap  militer.  Tapi  ia  sedang
               terlalu  terluka  untuk  bisa  diajak  bicara  secara  terbuka.  Dan
               aku  sendiri  barangkali  sedang  mencoba  membela  diri  atas
               keputusanku melibatkan Karna dan Kumbakarna dalam Plan­
               B,  yang  diam­diam  dan  tanpa  persetujuan  Parang  Jati.  Aku
               tahu, baginya mempercayai militer sama dengan menaruh diri
               di  mulut  monster  yang  bisa  mengunyahmu  setiap  saat.  Tapi
               tidakkah  demikianlah  hidup,  kau  harus  senantiasa  bersiaga
               dalam  permainan  dengan  bahaya?  Sahabatku  terlalu  idealis.
               Ia  ingin  membereskan  dunia.  Ia  ingin  menyelamatkan  bumi
               ini dengan cara mengirim monster­monster berbahaya itu ke
               kandang  masing­masing.  Mengirim  mereka  ke  barak.  Agar
               tak  menganggu  yang  lemah  dan  anak­anak.  Aku  tidak.  Aku
               hanya ingin menyelamatkan diriku dari menit ke menit dalam
               permainan  abadi  yang  menggairahkan  dengan  bahaya.  Yang
               lemah  dan karena kelemahannya menjadi korban sang mon­
               ster, itu bukan urusanku. Aku tak terlalu punya hati pada yang
               lemah. Tapi tidak demikian sahabatku. Sebagaimana ia punya
               hati pada dogol­dogol anggota sirkus cacat itu. Ia mengemban
               tugas untuk menyelamatkan dogol­dogol itu.
                   Jati, ingin kukatakan padanya demikian, aku tidak sepe­
               nuhnya percaya pada militer. Kau tahu aku tak pernah percaya
               pada apapun sepenuhnya. Dan jika aku harus menggantungkan
               diriku pada sesuatu secara penuh, seperti dalam pemanjatan,
               aku tahu bahwa selalu ada risiko jatuh. Tapi, dengan demikian
               aku juga tak bisa menyangkal sesuatu secara total. Aku tak bisa
               mencurigai  sesuatu  bulat­bulat  pula.  Tidakkah  seharusnya
               demikianlah yang kau maksud dengan sikap kritis? Kau agak­
               nya sedang tertelan kesedihanmu. Atau kemarahanmu.
                   Aku tidak mengatakannya. Ia sedang begitu terluka.
                   Tapi  kini,  ketika  menuliskannya  sekarang,  aku  tahu  apa
               yang ia jawab seandainya kusampaikan keberatanku:
                   Bukan  begitu  yang  saya  maksud  dengan  “laku  kritik”,


             3
   441   442   443   444   445   446   447   448   449   450   451