Page 448 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 448
sebentar hisaknya berubah menjadi sedusedan. Parang Jati
barangkali telah menitikkan air matanya semalam. Kini hanya
tersisa lubang besar luka. Maka tinggal aku di antara kami
bertiga yang paling sedikit terjamah oleh peristiwa keji itu. Aku
turut prihatin pada nasib Penghulu Semar. Tapi aku lebih sedih
karena perasaanku pada Parang Jati ketimbang pada kematian
lelaki itu. Ya, rasa bersalah yang timbul karena perbedaan di
antara kami berdua dalam memandang militer—secara kritis
maupun emosional—yang pada momen ini menjadi berat.
*
Ketika para rasul pemanjatan bersih tiba kembali di Sewu
gunung, Parang Jati telah meminta izin untuk tidak ikut
ekspedisi selama beberapa hari ini. Barangkali untuk sepekan.
Ia, katanya, akan disibukkan oleh kelanjutan penelitian. Aku
menduga bukan itu satusatunya alasan. Aku rasa ia masih
terluka oleh pembunuhan terhadap Penghulu Semar, yang
ia percaya betul sebagai teror militer. Aku tak bisa tidak
memberi tahu sahabatku itu bahwa Karna dan Kumbakarna
akan menjenguk bersamasama gerombolan mualaf sacred
climbing. Kedua satria itu kini telah ditempatkan di sekitar
Yogya. Kuterangkan padanya bahwa aku kini mulai percaya
pada teorinya. Bahwa militer, atau sebuah faksi dalam inteli
jen militer, ada di belakang gelombang pembunuhan miste
rius oleh pasukan ninja. Aku sangat berhatihati untuk tidak
menggunakan istilah “pembunuhan dukun santet”—sebab me
nurut dia istilah itu adalah bagian dari disinformasi dan operasi
psikologis militer. Tapi, “permusuhan kita” (aku menggunakan
kata “kita” demi terasa berpihak padanya), ya “permusuhan
kita” pada caracara militer kan tidak berarti kita tak bisa
berteman dengan perseorangan anggota militer. Tidakkah
begitu, Jati?
3

