Page 528 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 528

Lalu aku kecewa. Sebab ia menggeleng perlahan. Ia menye­
               but nama itu dan menggumam. “Saya tidak kenal…”
                   Bayang­bayang  gelap  kepala  mulai  tampak  mendekati
               bulan.  Seperti  seekor  gurita  di  kedalaman  biru  laut  malam,
               hendak  memangsa  sebutir  telur  penyu  emas.  Aku  berharap
               mendengar suaranya. Siulan gaib itu. Tetapi udara mengam­
               bang belaka.
                   “Barangkali  akumulasi  fantasi  dan  pengetahuan  mencip­
               takan fantasi seperti itu.”
                   “Tapi bentuk bilangan itu, kudapat dari mana?”
                   Parang Jati menggeleng. “Itu memang… misteri...us.”
                   Entah kenapa aku tak yakin ia menjawab tulus.
                   “Kamu  tahu,  Yuda.  Ada  tiga  jenis  pengetahuan.  Ada  pe­
               ngetahuan  yang  tersimpan  di  otak.  Ada  pengetahuan  yang
               tersimpan dalam darah. Seperti kata Mbok Manyar.” Matanya
               bidadari  nakal.  “Tapi,  ada  juga  pengetahuan  yang  melayang­
               layang di udara. Kadang­kadang, pengetahuan yang melayang­
               layang di udara itu bisa kau tangkap. Atau menghinggapimu.”
               Ia mengerling. Kerling yang menandakan bahwa aku tak bisa
               mengorek lebih lanjut.
                   Ada beberapa hal yang tak akan pernah terjawab.
                   Ada beberapa hal yang kita tahu jawabnya, tapi asyiklah
               kalau  kita  memelihara  dongeng  tentangnya.  Seperti  dongeng
               tentang  Betara  Kala  yang  melayang­layang  sebagai  kepala
               raksasa di langit dan menelan bulan pada malam ini.
                   Lembah sunyi. Di masa ini orang tak lagi memukul ken­
               tongan  manakala  terjadi  gerhana.  Di  masa  lalu  orang  mem­
               bunyikan talu dan alu agar bulan segera terbebaskan.
                   “Listrik dan  pengetahuan  membuat  lampu­lampu  Tuhan
               tidak  menarik  lagi,”  ujar  Parang  Jati  sambil  kami  duduk
               menikmati  detik­detik  Betara  Kala  menyantap  Dewi  Bulan,
               seperti adegan serigala jahat menyantap anak domba.
                   “Lampu­lampu Tuhan,” gumamku. “Jati, seberapa serius


             1
   523   524   525   526   527   528   529   530   531   532   533