Page 529 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 529
sebetulnya kau dengan… agamamu, hm, aliran kepercayaan
barumu itu?”
“Agama. Kenapa takut menyebut kepercayaan sebagai
agama? Kesombongan kaum monoteislah yang demikian.”
“Ya. Kalau begitu, agama. Hm. Seberapa serius kamu?”
“Sepenting agama pemanjatan bersih, lah!” Ia tertawa.
“Tak terlalu penting lagi, sesungguhnya, apa agama saya. Saya
hanya ingin laku kritik menyertai semua nilai. Agama, tradisi,
ideologi dan praksis modern, praktik pemanjatan. Semua nilai,
lah.”
Aku memandanginya. “Kamu orang baik. Aku tidak terta
rik sama sekali pada agama. Buatku agama itu sama bodohnya
dengan takhayul.”
Bulan tinggal segaris tersembul dari bayangbayang rak
sasa.
Aku tahu jawabannya.
“Dasar, kamu modernis rasionalis fasis tulen!”
Aku tertawa. “Rasanya aku tak bisa bertobat, deh. Aku tak
perlu surga.”
Ia tersenyum kering. “Kesalahan kaum sekular adalah
membiarkan agama jatuh ke tangan kaum fundamentalis.”
Aku terdiam.
Ia menatap ke langit. Bulan ditelan kegelapan total.
“Agama memang tidak perlu bagi orang yang kuat, yang
tahan berada dalam kegelapan tanpa harapan. Tapi tidak
semua orang tercipta atau tumbuh kuat. Kebanyakan manusia
membutuhkan harapan…”
“Yah… Begitu juga, kukira, televisi menawarkan impian
untuk orangorang tolol. Orangorang seperti kita tidak butuh
televisi.”
Aku tahu reaksinya: “Bukan tolol, melainkan lemah atau,
tepatnya, letih. Hidupmu senang, Yuda. Hanya manjat se
sukamu. Bayangkan orang yang selalu harus bantingtulang
1