Page 165 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 165
alasan bahwa tak mungkin ia mencintai gadis itu. Pi kir kanlah, katanya
sejenak sebelum tidur yang tak pernah bisa di la kukannya lagi, gadis itu
mungkin baru lahir di tahun yang sama ketika aku jadi shodancho dan
merencanakan pemberontakan. Ada rentang waktu dua puluh ta hun
dalam umur mereka. Dan kini, seorang lelaki yang pernah jadi Pang-
lima Besar dan memperoleh pangkat jenderal dari Presiden Pertama
Republik Indonesia harus menyerah oleh gadis enam belas tahun. Me-
mikirkan hal itu semakin jauh membuatnya jadi lebih menyakitkan,
dan ia semakin terperosok pada cinta yang tak berujung.
Suatu pagi akhirnya ia terbangun dan mengakui sejujurnya bahwa
ia jatuh cinta pada gadis itu dan berjanji atas nama prajurit bahwa Ala-
manda akan menjadi istrinya.
”Aku tak akan kembali ke hutan,” ia berkata.
Tapi ia tak mengatakannya pada siapa pun, membuat ketiga puluh
dua prajuritnya yang setia itu kebingungan kenapa Sang Shodancho tak
lagi kembali ke hutan. Mereka masih juga menunggu perintah, sampai
akhirnya Tino Sidiq, yang paling dekat dengannya, bertanya, ”Kapan
kita kembali, Shodancho?”
”Kembali ke mana?” tanyanya.
”Hutan,” jawab Tino Sidiq, ”sebagaimana sepuluh tahun telah kita
jalani.”
”Pergi ke hutan bukanlah suatu perjalanan kembali,” kata Sang
Shodancho. ”Aku dan kau dan semua orang dilahirkan di sini, di kota
ini, Halimunda. Ke sinilah justru kita kembali.”
”Apakah kau tak ingin pergi ke hutan lagi?” tanya Tino Sidiq akhir-
nya.
”Tidak.”
Itu ia buktikan dengan memasang papan nama di depan bekas mar-
kas shodannya: Rayon Militer Halimunda. Kepada Mayor Sadrah yang
muncul secara tiba-tiba setelah mendengar ke pu tusannya untuk tinggal
di kota dan terutama pendirian rayon militer yang sesuka hati, ia ber-
kata pendek, ”Kini aku Komandan Rayon Militer, setia pada sumpah
pra jurit, dan menunggu pe rintah.”
”Jangan membuat lelucon. Kau seorang jenderal dan tempatmu di
samping presiden,” kata Mayor Sadrah.
158
Cantik.indd 158 1/19/12 2:33 PM